Hi, Manteman!
Gue udah lama nggak blogging, ya, ternyata? Yah, karena sekarang lebih sering microblogging di Instagram atau spill dikit-dikit di thread Twitter, blog pribadi malah seringnya kosong. Jadi, gue mau mulai cerita-cerita lagi yang lebih panjang dan personal di sini. Karena di sini jarang ada yang mampir, rasanya kayak diary. Makanya blog belum gue tinggalkan sampai sekarang.
Cerita kali ini adalah tentang novel terbaru gue berjudul “Darklands”. Novel ini sebenarnya terinspirasi dari lirik lagu The Jesus and Mary Chain (JaMC), sebuah band beraliran alternative rock dari Scotlandia. Lagunya kayak gini kalau kalian mau tahu.
Saat mendengarkan lagu ini, kondisi diri gue juga lagi nggak jelas. Lagi dark, gloomy, dan kepikiran malas hidup terus. Terus muncul lirik berikut:
I’m going to the darklands… To talk in rhyme with my chaotic soul…
Setelah lagu terputar beberapa kali, muncul sedikit bayangan cerita atau ide awal dari novel “Darklands”. Tentang seseorang yang sudah nggak tahu lagi hidup tuh sebenarnya buat apa, sih? Gimana caranya bisa kembali “hidup” kalau sudah menjalani kehidupan seperti “orang mati”? Sebenarnya sampai saat ini, gue masih mikirin sih judul yang enak apa ya? Namun, karena terlanjur sudah lolos premisnya buat Mizan Writing Bootcamp 2022, ya gue harus kelarin dulu.
Urusan judul, lain soal. Mungkin nanti bisa diubah kalau sudah lolos. Hehe.
Baca juga: Catatan Kecil Tentang “Not for IT Folks”
Novel ini bercerita tentang seorang narapidana yang mendapatkan pembebasan bersyarat setelah menjalani dua per tiga masa tahanan. Gue coba menghimpun riset dari kawan lama yang bekerja di BAPAS atau Balai Pemasyarakatan. Sebagai petugas probation atau probation officer, sedikit banyak gue meriset soal bagaimana langkah seorang narapidana yang hanya terjerat kasus ringan, lalu itu juga merupakan kasus pertamanya, bisa mendapatkan pembebasan bersyarat. Kemudian gue juga bertanya-tanya tentang bagaimana stigma terhadap para mantan narapidana ketika mereka sudah keluar. Apakah masih sejahat dahulu atau sudah membaik? Ternyata jawaban beliau, “Tentu saja masih seburuk dahulu.”
Meskipun seseorang melakukan kejahatan dengan dasar “menegakkan keadilan” atau untuk “menolong teman”, rupanya tetap saja ada stigmatisasi terhadap mereka. Tentunya hanya seseorang yang sangat buruk moralnya sehingga perlu dikoreksi melalui balai pemasyarakatan. Itulah stigma yang ada.
Naskah Darklands mungkin akan menjadi novel drama, melodrama, berbalut courtroom drama pertama yang gue garap. Blurbs novel Darklands itu, kurang lebih seperti di bawah ini:
Seusai bebas dari tahanan, Dipa Rayala hanya ingin hidup normal di antara masyarakat. Apa daya, penghakiman terhadap mantan narapidana harus dia hadapi. Dipa tak punya pilihan lain kecuali bekerja paruh waktu di kantor teman lamanya. Seiring waktu, dia bertemu dengan Rai, gadis yang blak-blakan dan tak peduli apa kata orang. Bersama Rai, Dipa belajar untuk menjalani kehidupan barunya dan pelan-pelan memaafkan dirinya sendiri.
Nah, saat ini gue sedang berusaha membuat prolog yang bisa nge-hook kalian sebagai pembaca. Apa kalian punya saran? Boleh banget drop di kolom komentar ya.
Salam,
Ayu Welirang
Leave a Reply