Halo, IT Folks!
Anjay, apa banget nih panggilannya IT Folks. XD
Oh ya, nggak tahu kenapa nih, akhir-akhir ini gue kebanyakan pakai kata “anjay”. Ini biasanya gue pakai buat penutup sesuatu sih. Cuma jadinya keseringan dan kesal sendiri, meskipun kata “anjay” ini selalu bikin apa-apa yang serius menjadi lelucon. Nggak apa-apa deh, gue nggak masalah juga. Tapi tapi tapi… Sekali lagi, kok aneh ya? Ah bodo amat.
Duh, ini blogpost bahas apaan coba? Nggak penting ya. Kalau gitu, kita balik ke yang serius deh.
Pandemi mulai mereda ya, Guys. Akhirnya dunia perbukuan kembali segar karena sejak akhir 2021, salah satu penerbit terbesar di Indonesia mulai melancarkan lagi penerbitan mereka. Ada banyak sastra populer berbagai genre, mulai dari MetroPop, Young Adult, sampai TeenLit yang terbit dengan sampul-sampul gemas nan membuat kantong kosong kayak hatimu.
Salah satu novel tersebut adalah novel gue, yang akan masuk toko buku serentak pada 3 Juli 2022 (menurut info editor sih begitu). Nah, novel itu sedang masuk masa pre-order juga! Kalian bisa memesan Not for IT Folks melalui special PO di @thebooktour.id atau melalui PO di lokapasar resmi Gramedia (Tokopedia, Shopee, dan gramedia.com juga ada).
Sedikit cerita, novel ini ditulis dalam waktu tiga atau empat hari gitu deh. Pokoknya, gue ingat banget selama dua hari gue mengetik sambil ketawa-ketawa bego sendirian. Tahu-tahu naskah tersebut sudah selesai sepanjang 25.000 kata! Anjir. Kok gue keren ya? Tumben banget! Mau mengulang lagi masa-masa menulis nggak mikir kayak gitu, kok ya susah? Jadi, gue harus bersyukur karena gara-gara itu, gue bisa “melahirkan” lagi anak ke sekian.
Ceritanya novel ini gue tulis sambil mendengarkan lagu-lagu band indie favorit. The Sastro dan The Adams. Terus pada masa itu, gue juga kesengsem sama lagunya Mondo Gascaro yang judulnya Sanubari. Enak banget buat menyendiri sambil isolasi mandiri. Waktu itu kan, mau keluar rumah juga ribet karena COVID lagi parah banget. Jadi, pelarian gue cuma mendengarkan lagu sambil baca buku.
Waktu awal bikin, gue pakai POV1 yang ketika dibaca lagi kok menjijikkan banget ya? Haha. Susah juga bikin POV1, nggak lagi-lagi deh gue bikin novel kayak gitu. Gue harus belajar banyak dulu bikin narasi POV1 yang asyik dan gak bikin pembaca jijik. Akhirnya, gue terusin dulu sampai kelar.
Awal-awal, naskah ini judulnya Sanubari. Terinspirasi dari judul lagu Mondo Gascaro. Boleh nggak sih bilangnya terinspirasi, padahal kayak jiplak banget? HAHA! Nah, pas akhirnya naskah ini diproses sama editor GPU, gue menimbang-nimbang untuk ganti judulnya yang lebih “METROPOP”, lebih ibu kota, witty, urban, dan pastinya lebih terasa kayak cerita buruh IT. Kalau judulnya Sanubari kan itu lebih kayak cerita drama atau lini Amore gitu ya. Agak lain, Bund~
Gue juga melakukan revisi besar-besaran di sudut pandang. Awalnya dari POV1 ke POV3 dan keren amat gue bisa kelar dalam waktu 24 jam aja. Kurang sih kayaknya. Sampai-sampai ibu editor gue terkejut. “Wih udah kelar? Keren!”
Akhirnya gue menunggu naskah itu untuk dicek dulu secara reguler. Memang pandemi kadang suka bikin kita merasa di-ghosting, sebab progress naskah itu berlangsung cukup lama. Setelah setahun kurang (akhir 2021 kayaknya), naskah itu baru mendapatkan titik terangnya lagi dan pemilihan sampul pun dilakukan.
Gue senang dong. Udah lama nggak merasakan deg-degan karena novel diproses dan akan terbit. Gue soalnya suka banget sama Panca. Gue pengin segera memeluk dia dalam bentuk fisik.
Kamu semua juga bisa mulai memilikinya karena sudah bisa PO. Terserah mau yang mana, kalau nggak mau boxset, bisa kok beli yang buku aja seharga Rp 74.400,- selama periode PO ini dari lokapasar resmi GPU. Untuk link pembelian, coba klik halaman utama situs gue ini deh, ada shortlink di sana.
Jadi, makasih banyak buat berbagai pihak yang udah membantu gue. Membaca naskah ini dan menghinanya. Lalu mengomentarinya juga waktu gue sempat unggah di Wattpad untuk cek ombak dan tentunya membeli serta mendukung gue (tanpa meminta gratis wkwkwk. Sebel gue, pengin tabok aja kalau ada yang minta).
Semoga kalian suka juga sama Panca P3, seperti gue yang menyayangi dia lebih daripada gue sayang sama laki sendiri.
Pak suami, maaf ya. Gue sayang banget sama Panca Pramana Putra walau dia cuma tokoh rekaan.
P.S.
Berhubung ceritanya soal dunia IT, di mana e-commerce dan e-wallet merajalela, ini gue kasih lagu Sanubari yang pernah ditampilkan lewat Lukabapak Musik ya.
Salam,
Ayu.
Leave a Reply