Judul: Podcase
Penulis: Lia Nurida
Tahun Terbit: 2022
Penerbit: Bentang Belia
Tebal: 306 halaman
ISBN: 978-602-430-724-0
“Tolong ….”
Suara rintihan yang terdengar di podcast misteri Podcase milik Briska viral! Ada teori bahwa itu suara Sofia, seorang siswa yang tewas di SMA Lentera Victoria dan konon bergentayangan di kawasan sekolah. Namun, banyak juga yang bilang itu hanya setting-an demi mengejar popularitas. Warganet menuntut pengakuan Briska.
Berlin, gadis cupu yang bersembunyi di balik nama siar Briska, ketakutan! Dia nggak ada nyali untuk mengungkap identitas karena isu trauma masa lalu. Namun, karena semakin tertekan, Berlin akhirnya meminta bantuan Kairo, cowok indigo di sekolah yang bisa berkomunikasi dengan arwah. Mereka berusaha mengungkap suara misteri itu.
Akan tetapi, Berlin dan Kairo nggak menyadari hal besar yang menanti mereka. Sebuah kasus mengerikan yang rasanya tak mampu dihadapi oleh dua orang murid SMA. Sanggupkah mereka menuntaskannya?
***
Baru sempat ngepos ulasan ini, padahal sudah baca dari lama.
Gue salah satu pembaca Podcase sejak dari Wattpad beliawritingmarathon niiih. Ngikutin juga update promosinya di IG @podcasethenovel karena asyik aja ngikutin side story di sana dan gimmick-gimmicknya wkwk.
Dan memang versi bukunya ini udah lebih rapi daripada yang di Wattpad. Gue juga suka dengan tambahan ilustrasi dari interaksi para tokoh.
Ada banyak nilai plus dari novel remaja ini, yang agak berbeda karena mencoba untuk memperkenalkan genre investigasi tipis-tipis. Meskipun begitu, masih tetap ada uwu-uwunya~
Gue juga suka cara Kak Lia menyelipkan humor-humor supernatural wkwkwk dari sosok Bang Ejip yang rada parnoan. Jadi, kita bisa memaknai makhluk gaib itu tanpa harus merasa takut, tapi merasa normal. Bagus sih untuk tidak terlalu mengglorifikasi rasa takut, malah menghadirkan cerita yang menarik karena memang pendekatan novel ini bukan “horor” melainkan lebih ke teka-teki kematiannya.
Pokoknya, nggak di versi Wattpad nggak di buku, gue tim Bang Ee-jupt garis keras. 😆😆😆😆 Bener gak nih pelafalannya? 🤣
Sayangnya ada beberapa minusnya. Entah kenapa, di bagian buku punya gue dari halaman 101 – 105, layoutnya miring gitu. Apakah kalian juga sama?
Dan bagian terakhirnya, printing yang gue dapat agak dobel gitu dan berbayang. Tidak mengurangi minat membaca sih, cuma sayang aja. Karena malas tukar-tukar, ya udah gak apa2. Semoga yang kalian enggak begitu ya.
Lalu, ada satu hal yang mengganjal gue. Mungkin ini nggak penting wkwk. Timeline saat Berlin melihat IG story Helena Rasi, sampai nyusul ke lokasi. Apakah tidak terlalu buram? Jika lokasinya dekat pun, kecuali dia betah berlama-lama di salon, harusnya sih dia sudah berpindah posisi. Satu lagi ketika Abang ojol bilang, “Cepet turun, Kak. Nanti orangnya kelewatan tuh!”
Ini gue mikir beberapa kali. Memang Abang ojolnya tahu Berlin mau ke mana, ketemu siapa? Kalau pun dia melihat orang yang dimaksud, bukankah seharusnya orang itu sedang di salon?
Namun, gue suka beberapa falsafah hidup (anjay~) yang ditebar dari buku ini. Intinya, kita harus embrace orang yang baik dan peduli sama kita, sebelum kita tiada. Jangan sampai kita jadi arwah gentayangan kayak Sofia dengan segudang penyesalan. 🤣🤣🤣
Jika ada yang ingin kita katakan pada seseorang atau ada janji yg harus ditepati, segera katakan dan tepati! Jangan sampai juga hal itu nanti menjadi utang kita di alam baka. 🥲
Quotes yang bagus, salah satunya dari Bu Amang,
“Kehilangan ingatan lebih baik, daripada kamu bisa mengingat masa lalumu dan sadar bahwa kamu dulu bukan orang yang cukup baik.”
Podcase, hal. lupa halaman berapa wkwk
Terlepas dari kekurangan minor terkait logika cerita pas abang-abang ojol itu, gue tetap menikmati novel ini dan bisa membacanya dengan cepat. Novel ini menarik untuk remaja dan bisa memperkenalkan genre misteri dan sedikit genre crime buat remaja dengan pembawaan yang ringan. Mantap, Kak Lia!
Gitu aja ulasan gue. Semoga bermanfaat yaw!
Rating:
Leave a Reply