Judul: Beranda Kenangan
Penulis: Putu Felisia
Tahun Terbit: 2019
Platform: Cabaca
Jumlah Bab: 24
Yasmin, Ketut, Komang, dan Arumi.
Kami tidak pernah tahu, mana yang lebih salah? Lahir sebagai keturunan Tionghoa, ataukah lahir sebagai perempuan?
Kami hanya mengingat beranda itu … tempat kami berkumpul di hari raya Imlek. Bukan beranda dalam replika upacara, atau beranda yang hancur oleh angkara murka.
Namun, kehidupan harus terus berjalan. Demikian pula tradisi yang mengekang, dan egoisme masyarakat yang dikendalikan kepentingan politik.
Kadang kami bertanya-tanya, mengapa kami yang harus menanggung semua darah dan air mata? Mengapa kami yang menanggung semua malu?
Apakah dunia memang hanya milik kaum pria dan pemenang?
***
Jadi, novel ini sudah dibaca sejak tahun lalu. Namun, karena mau ngepos di blog, gue bakalan mengulas novel digital ini di #sipalingbaca_ #ayubacabaca (anggap aja buku pertama di 2022 wkwkwk).
Novel ini kompleks dan gelap menurut gue. Tidak cocok dibaca semua orang, karena dapat memicu trauma tertentu. Oleh karenanya, sudah ada “trigger warning” di depan bab tertentu.
Dalam novel Beranda Kenangan, kita dibawa menyelami era kelam reformasi ’98 ketika #ordebaru ditumbangkan. Meskipun negara menyambut era baru, tidak semua orang mendapatkan kebebasan. Pada masa itu, justru masyarakat Tionghoa terkena dampaknya, apalagi perempuan.
Tokoh Yasmin mengalami hal yang sangat buruk. Gue bahkan membaca cepat pada bagian ini, karena rasa sesaknya begitu dalam. Gue sempat terbayang adegan di dalamnya sampai skip membaca selama beberapa saat. Soalnya memang betulan sedih. Ini juga harus diperhatikan oleh kalian yang berniat membacanya. Jika bisa memicu trauma akibat kekerasan yang kalian pernah alami, lebih baik jangan lanjut. 😭😢😵😷
Tak hanya Yasmin, tiga tokoh perempuan lainnya juga mengalami kejadian tak menyenangkan. Mereka sampai mempertanyakan apakah kodrat sebagai perempuan memang selamanya begitu? Tersisihkan dan selalu dianggap salah di mata semua orang (tak peduli berasal dari ras, suku, atau agama apa, perempuan selalu salah).
Namun, terlepas dari semua rasa sesak itu, gue juga menikmati proses Yasmin berusaha menyembuhkan lukanya. Ia ditemani dengan orang-orang terdekat yang peduli padanya. Meskipun pada akhirnya, pelaku tragedi ’98 yang berbuat kejahatan tidak diganjar hukuman pantas, gue rasa ini realistis. Sejak dulu sampai sekarang, tragedi ’98 dan semua orang yang terlibat memang tak pernah diadili.
Lewat karya ini, kurasa Mbak Putu ingin menyampaikan bahwa ada pihak-pihak yang terlupakan oleh sejarah. Dan hal itu membentuk trauma serta mengakar hingga beranjak dewasa. Tak pernah ada “closure” bagi mereka dan berusaha tetap bertahan adalah satu-satunya cara untuk berdamai dengan diri sendiri.
Rating:
Leave a Reply