Bacabaca 28: Elipsis oleh Devania Annesya

Judul: Elipsis
Penulis: Devania Annesya
Penerbit: POP
Tanggal Terbit: 29 September 2014
Tebal: 227 halaman, paperback
ISBN: 9789799107756

Eeuwige liefde is liefde die niet meer terugkomt.
Cinta yang abadi adalah yang tak kembali.

Atran sudah berhenti menghubunginya. Kalea memutuskan untuk terus menjalani hidup dengan menerima lamaran laki-laki lain. Kendati demikian, kenangan bersama Atran tak akan pernah memudar barang sedetik. Atran bukan laki-laki biasa. Ia bisa berbicara dengan angin dan pohon. Ia selalu tahu kapan hujan akan turun, kapan kematian mengepakkan sayap. Ia mampu berbicara dengan roh dan semesta. Namun, dengan segala kemampuan supernatural yang dimilikinya, mengapa Atran mengabaikannya? Tak bisakah Atran mendengar panggilannya? Dua tahun berlalu dan ia dibiarkan meragu.

Berpisah darimu bagaikan sebuah elipsis—jeda yang tak terisi oleh katakata. Ketika kau jauh, aku menemukan bahwa di antara kita ada ikatan tak kasat mata, kata-kata yang tak terucap, rasa yang tak terungkap, memori yang menguat seiring besarnya jurang pemisah antara kita. Kau bilang kau mencintaiku. Kau bilang kau akan kembali. Namun selalu ada ruang untuk meragu. Selalu ada elipsis yang kemudian diisi oleh rasa kehilangan. Selalu ada jeda bagi hati yang kosong.

***


Pertama membaca sinopsis novel ini, saya benar-benar tertarik. Tokoh lelakinya ini dambaan saya banget. Dan waktu mendengarkan soundtrack Elipsis yang dibuatkan sama Bang Ari Keling, terus mulai membuka halaman demi halaman Elipsis, saya malah merasa kalau Atran ini seperti saya. 😦

Lelaki yang senang bicara dengan pohon, batu, angin, awan, hujan. Lelaki yang senang menyepi dan menangkap isyarat alam. Saya kadang merasa, saya adalah orang yang menyerupai Atran, hanya bedanya, saya perempuan.

Saya paling suka novel-novel dengan penokohan seperti ini, sebab tokoh-tokoh yang digambarkan dalam novel seperti benar-benar ada dan sifatnya tidak pasaran seperti tokoh lelaki ideal dalam novel. Bukan tokoh-tokoh ala kota metropolitan yang monoton kalau dideskripsikan. Tokoh Atran sudah demikian mencuri hati dengan spontanitas dan kemampuannya melihat hal-hal yang tak bisa dilihat. Meski ia bisa melihat hal-hal ‘yang ganjil’, Atran tidak lantas jadi stress atau gila, tapi malah lebih menikmati hidupnya.

Rentang waktu yang diceritakan di sini lebih terpaku pada kehidupan Atran dan Kalea semasa remaja. Bagaimana mereka bertemu, dan mulai bercengkrama. Pertemuan yang diolah sama Mbak Annesya tidak klise, dan begitu khas remaja. Kalau ingat pertemuan mereka, malah ingat beberapa drama Korea dan anime yang pernah ada adegan semacam itu. Mungkin memang terinspirasi dari sana?

Genre paranormal romance-nya juga cukup terasa di beberapa bagian dalam novel ini. Saya senang membaca novel ini untuk mengisi waktu luang, karena benar-benar ringan sekaligus menyedihkan ketika kita menutup buku ini (Silakan baca sendiri, saya takut spoiler. Hehe).

Sampulnya juga keren, benar-benar menggambarkan betapa gelapnya hidup si Atran. Intinya, dari sampul, blurbs, bahkan hingga isi novel, pas. Tidak ada yang keluar jalur.



Related posts

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Search


Out Now!


Click banner to buy Not for IT Folks with discount!

Recent Posts


Tags


7 Divisi (7) Advertorial (4) Album Review (4) Antologi Ayu Welirang (4) Antologi HISTERY (2) Ayubacabaca (62) Ayu Welirang's Bibliography (9) Blogging Story (2) BS-ing everyday (7) Buku (63) Cabaca (3) Central Java (14) Cerita Detektif (7) Cerita Investigasi (4) Cerita Persahabatan (2) Cerpen (10) Cerpen dari Lagu (5) Drama (6) Editing Works (3) Februari Ecstasy (2) Fiksi Kriminal (3) Forest Park (2) Got Money Problem? (4) Halo Tifa (3) Heritage Sites (4) Hiking Journal (10) Hitchhike (4) Horror (3) Indonesia (37) Interview (2) Jakarta (10) John Steinbeck (3) Journal (18) Kopi (2) Kuliner (3) Kumcer (10) Latar Novel (2) Lifehacks (3) Living (4) Local Drinks (4) Local Foods and Snacks (5) Mata Pena (4) Media Archive (4) Menulis Adegan (2) Metropop (8) Mixtape (4) Mountain (18) Museum (2) Music Playlist (7) Music Review (4) My Published Works (13) NgomonginSeries (5) Nonton (6) Not for IT Folks (3) Novel Keroyokan (2) Novel Kriminal (4) Novel Thriller (3) On Bike (3) On Foot (4) On Writing (25) Pameran (2) Panca dan Erika (3) perjalanan dalam kota (3) Photo Journal (12) Potongan Novel Ayu Welirang (3) Publishing News (3) Review (72) Riset Tulisan (2) Rumah Kremasi (2) Santai (10) Sayembara-Novel-DKJ (3) Sci-fi (6) Sequel (4) Serial Detektif (2) Series Review (5) Short Stories (11) South Tangerang (1) Sumatera (3) talk about living my life (3) Tentang Menerbitkan Buku (7) Terjemahan (6) Things to do in Jakarta (4) Thriller (7) Tips (35) Tips Menulis (28) to live or not to live (6) Translation Works (6) Travel Guide (3) Traveling (4) Travel Notes (2) Travel Stuff (2) Waterfalls (2) Wedding Preparation (5) Wedding Vendor Bandung (3) West Java (15) Worldbuilding Novel (2) Writing for Beginner (27) Writing Ideas (17) Writing Journal (38) Writing Prompt (9)

Newsletter


Create a website or blog at WordPress.com

%d bloggers like this: