Bacabaca 14: Gandamayu oleh Putu Fajar Arcana

Putu Fajar Arcana
sumber gambar

Menyelesaikan satu kisah Mahabharata memang membutuhkan pemikiran yang jernih dan benar-benar tidak terkait dengan pikiran lain yang menggelayut dalam benak. Dan dari semua pengorbanan pengosongan pikiran itulah, kisah epik Mahabharata selesai dengan sempurna dan meninggalkan bekas-bekas dalam jiwa maupun raga. Berbagai bentuk kisah dari lakon Pandawa dan Kurawa, kerap kali disuguhkan melalui berbagai bentuk cerita. Tak jarang dari kisah-kisah itu yang menuai konflik sekaligus sarat makna. Salah satu kisah lelakon tersebut adalah kisah utama Dewi Uma dan Sahadewa yang digambarkan dalam novel besutan salah satu redaktur kompas Minggu, Putu Fajar Arcana.

Buku satu ini menjadi unik bukan hanya karena mengambil satu paham feminisme yang bisa ditarik dari satu tokoh dewi kahyangan, melainkan menjadi unik juga karena digambarkan dalam kisah yang melompat dan paralel. Di satu sisi, tokoh utama yang memiliki lakon dalam buku, berkisah lewat tembang-tembang yang dinyanyikan oleh seorang ayah pada anaknya di sepanjang perjalanan. Kisah menjadi satu fragmen, meski digambarkan dalam dua masa yang sudah jelas berbeda. Meskipun pada kisah si bapak dan anak itu digambarkan hanya dalam sehari semalam, kisah tokoh-tokoh yang familiar dalam wayang ini malah digambarkan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Sungguh paralel dan seperti berada dalam dua masa berbeda. Ini adalah salah satu nilai plus yang saya berikan terhadap buku.
Gandamayu

Dalam buku ini, kisah awal menggambarkan bingkai seorang dewi kahyangan yang akan diuji kesetiaannya oleh sang suami yang tak lain adalah Dewa Siwa. Dewi Uma–istri dari Dewa Siwa itu–akan diuji kesetiaannya selama menjadi istri. Maka, dengan berpura-pura sakit, Dewa Siwa memerintahkan Dewi Uma untuk mencari susu sapi di bumi dengan ciri sapi betina yang akan digembalakan oleh seorang pemuda. Dengan segenap kepatuhan, Uma yang taat akhirnya turun ke bumi. Di perjalanan, ia akhirnya menemukan susu sapi yang dimaksud dan pemuda itu meminta imbalan yang tak murah. Uma diminta untuk tidur semalam dengan pemuda itu yang tak lain adalah jelmaan Dewa Siwa sendiri. Setelah Uma mendapatkan susu tersebut, Uma kembali ke kahyangan tanpa mengetahui bahwa pemuda itu adalah jelmaan Siwa sendiri. 

Sampai di kahyangan, Uma memberikan susu pada Dewa Siwa dan sang dewa mempertanyakan darimana Uma bisa mendapatkan susu sapi betina. Uma tak kuasa berbohong pada suaminya dan ia katakan hal yang sebenarnya. Dewa Siwa dengan angkuhnya murka dan mengutuk Uma menjadi Batari Durga, ratu dedemit penguasa Setra Gandamayu. Tanpa mencoba mempertanyakan kesalahan, Uma menerimanya sebagai bentuk kepatuhan dan dikatakan bahwa ia akan kembali ke wujud semula dengan ruwatan dari seorang ksatria Pandawa.

Kisah pun berlanjut dan berganti bingkai. Kembali mengisahkan seorang ayah yang sedang nembang sebuah cerita tentang Dewa dan Dewi pada anaknya dari atas sepeda kumbangnya. Sang ayah yang mendapatkan pekerjaan untuk mengisi acara ruwatan untuk nembang, mengajak anaknya untuk turut serta. Dan sampai di sini, kisah kembali pada fragmen dimana Pandawa sedang kocar-kacir karena perang. Dewi Kunti sebagai ibunda dari lima Pandawa, dengan terpaksa memohon pertolongan pada Dewi Durga yang tak lain adalah Uma dengan wujud buruk rupa.

Dewa Siwa dan Dewi Uma (Durga)
sumber gambar

Kunti berlari tertatih menuju Setra Gandamayu dan disambut oleh Kalika, abdi setia Batari Durga. Setelah bertemu dengan Durga, Kunti menyatakan maksud kedatangannya dan disambut oleh Durga dengan tidak murah harganya. Durga meminta salah satu Pandawa untuk dijadikan tumbal dan Kunti tak mau menumbalkan anaknya sendiri. Karena menolak, dengan perintah Durga, Kalika merasuki tubuh Kunti dan Kunti kembali ke Indraprasta untuk membawa Sahadewa (Sadewa) ke tangan Durga.

Kisah berlanjut dengan disekapnya Sahadewa, dan mari kita lewat kisah berikutnya karena akan panjang sekali kalau saya teruskan. Hehehe. Akhirnya, Siwa yang sadar akan kesalahannya telah memperdayai istri sendiri, merasuki tubuh Sahadewa yang sudah di ambang kematian karena akan dilahap habis oleh Dewi Durga. Dengan merapal, Sahadewa menggumamkan mantra ruwatan dari Dewa Siwa dan seketika saja, Durga sudah kembali menjadi Dewi Uma. Setra Gandamayu berubah menjadi taman yang indah dan Uma memberi beberapa tugas pada Sahadewa sebelum akhirnya kembali ke kahyangan.

Pandawa Lima
sumber gambar

Kisah sudah begitu sarat konflik, ketika Sahadewa yang masih ksatria hijau atau ‘anak bawang’ itu diminta untuk meruwat beberapa orang yang akan ia temui di perjalanan, sampai akhirnya ia bisa mengalahkan Kalantaka dan Kalanjaya yang menjadi dua raksasa di bawah kubu Kurawa, musuh bebuyutan Pandawa yang nantinya akan berperang di Kuru Setra.

Dan kisah pun diakhiri dengan kalahnya Kurawa, dengan kematian dua raksasa. Raksasa itu pun berubah menjadi dewa. Ternyata, mulanya mereka adalah dewa yang dikutuk oleh Dewa Siwa. Dan dari serangkaian kisah yang tergambar, fragmen kembali pada kisah ayah dan anak yang telah selesai menghadiri acara ruwatan, dengan si anak yang tertidur di pangkuan ayahnya.

Anak itu bermimpi menjadi seorang Sahadewa, ksatria hijau yang gagah melawan dua raksasa. Orang di sekitarnya tertawa, dan ayahnya hanya meminta anak itu diam. Si anak pun mengambil beberapa hikmah dari apa yang dituturkan Sahadewa (yang saya kutip dari buku Gandamayu itu sendiri), “Kami antarsaudara terpaksa saling bunuh hanya karena kekuasaan. Itulah yang nyaris terjadi di setiap negara. Demokrasi yang sekarang menggejala, apakah benar akan mengantarkan manusia pada kesadaran untuk berhenti saling membunuh? Tidak juga. Di negeri seberang, di mana kudengar demokrasi diberikan begitu leluasa, malah kejahatan, pembunuhan, pemerkosaan terhadap perempuan, saling fitnah, saling rebut kekuasaan hampir terjadi setiap hari.”

Kisah Mahabharata yang ada di buku ini mengambil sisi yang tak semua orang bisa punya pikiran ke arah sana. Kisah ini mencakup kisah humanis yang mencakup sisi seorang perempuan. Bagaimana perempuan direndahkan dan mencoba untuk setia sampai ke titik jenuh yang terdalam. Bagaimana seorang ksatria maupun dewa, masih punya pemikiran yang mengacu pada kesejahteraan umat manusia yang ada di bawah mereka, meski keseharian mereka diliputi hidup mewah, serba ada, dan makmur. Semua kisah ini seperti kisah nyata yang terjadi di sekitar kita, hanya saja mengambil penokohan dari pewayangan. Karena saya bisa membuat beberapa bagian cerita kalau harus menjelaskannya secara keseluruhan, lebih baik mencari bukunya sendiri karena buku ini recommended untuk dibaca oleh berbagai kalangan usia. [Ayu]

Judul: Gandamayu
Penulis: Putu Fajar Arcana
Penerbit: Kompas
Tahun Terbit: 2012
ISBN: 978-979-709-622-9
Halaman: 189 hlm + xv
Harga: Rp 35.000 – Rp 45.000 (lupa harganya)
Rating: 4/5
Review: http://www.goodreads.com/book/show/13484683-gandamayu



Related posts

4 responses to “Bacabaca 14: Gandamayu oleh Putu Fajar Arcana”

  1.  Avatar

    Aq suka bnget ne,, bnyak plajaran untuk menuju pribadi yank lebih baik,,kunjungan perdana ini mbk,,dah folow jg no cnti folow nya #234d tunngu yah kunjungan n folow back na 🙂

    Like

  2.  Avatar

    nah itu, bagus juga sih. gimana kalau diriview in :D. udah kah?masalahnya kesengsem sama cara dia nyeritain, mantapp 😀

    Like

  3.  Avatar

    @NaspardLangit Kresna Hariadi ya maksudmu? Sudah, aku sudah baca. Plus buku-buku terbitan Dolphin, tentang serat Jawa yang masih ada hubungannya sama Majapahit. 😀

    Like

  4.  Avatar

    waow riviewnya 5/5 yak ratingnya bagus tuh buat koleksi.kalau soal perwayangan pernah sih ngebaca tentang gajahmada series yang ditulis sama langit siapa gitu lupa, soalnya bukunya minjem.udah baca belum kak, buku kerajaan majapahit series itu?

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Search


Out Now!


Click banner to buy Not for IT Folks with discount!

Recent Posts


Tags


7 Divisi (7) Advertorial (4) Album Review (4) Antologi Ayu Welirang (4) Antologi HISTERY (2) Ayubacabaca (62) Ayu Welirang's Bibliography (9) Blogging Story (2) BS-ing everyday (7) Buku (63) Cabaca (3) Central Java (14) Cerita Detektif (7) Cerita Investigasi (4) Cerita Persahabatan (2) Cerpen (10) Cerpen dari Lagu (5) Drama (6) Editing Works (3) Februari Ecstasy (2) Fiksi Kriminal (3) Forest Park (2) Got Money Problem? (4) Halo Tifa (3) Heritage Sites (4) Hiking Journal (10) Hitchhike (4) Horror (3) Indonesia (37) Interview (2) Jakarta (10) John Steinbeck (3) Journal (18) Kopi (2) Kuliner (3) Kumcer (10) Latar Novel (2) Lifehacks (3) Living (4) Local Drinks (4) Local Foods and Snacks (5) Mata Pena (4) Media Archive (4) Menulis Adegan (2) Metropop (8) Mixtape (4) Mountain (18) Museum (2) Music Playlist (7) Music Review (4) My Published Works (13) NgomonginSeries (5) Nonton (6) Not for IT Folks (3) Novel Keroyokan (2) Novel Kriminal (4) Novel Thriller (3) On Bike (3) On Foot (4) On Writing (25) Pameran (2) Panca dan Erika (3) perjalanan dalam kota (3) Photo Journal (12) Potongan Novel Ayu Welirang (3) Publishing News (3) Review (72) Riset Tulisan (2) Rumah Kremasi (2) Santai (10) Sayembara-Novel-DKJ (3) Sci-fi (6) Sequel (4) Serial Detektif (2) Series Review (5) Short Stories (11) South Tangerang (1) Sumatera (3) talk about living my life (3) Tentang Menerbitkan Buku (7) Terjemahan (6) Things to do in Jakarta (4) Thriller (7) Tips (35) Tips Menulis (28) to live or not to live (6) Translation Works (6) Travel Guide (3) Traveling (4) Travel Notes (2) Travel Stuff (2) Waterfalls (2) Wedding Preparation (5) Wedding Vendor Bandung (3) West Java (15) Worldbuilding Novel (2) Writing for Beginner (27) Writing Ideas (17) Writing Journal (38) Writing Prompt (9)

Newsletter


Create a website or blog at WordPress.com

%d bloggers like this: