![]() |
Putu Fajar Arcana sumber gambar |
Menyelesaikan satu kisah Mahabharata memang membutuhkan pemikiran yang jernih dan benar-benar tidak terkait dengan pikiran lain yang menggelayut dalam benak. Dan dari semua pengorbanan pengosongan pikiran itulah, kisah epik Mahabharata selesai dengan sempurna dan meninggalkan bekas-bekas dalam jiwa maupun raga. Berbagai bentuk kisah dari lakon Pandawa dan Kurawa, kerap kali disuguhkan melalui berbagai bentuk cerita. Tak jarang dari kisah-kisah itu yang menuai konflik sekaligus sarat makna. Salah satu kisah lelakon tersebut adalah kisah utama Dewi Uma dan Sahadewa yang digambarkan dalam novel besutan salah satu redaktur kompas Minggu, Putu Fajar Arcana.
![]() |
Gandamayu |
Dalam buku ini, kisah awal menggambarkan bingkai seorang dewi kahyangan yang akan diuji kesetiaannya oleh sang suami yang tak lain adalah Dewa Siwa. Dewi Uma–istri dari Dewa Siwa itu–akan diuji kesetiaannya selama menjadi istri. Maka, dengan berpura-pura sakit, Dewa Siwa memerintahkan Dewi Uma untuk mencari susu sapi di bumi dengan ciri sapi betina yang akan digembalakan oleh seorang pemuda. Dengan segenap kepatuhan, Uma yang taat akhirnya turun ke bumi. Di perjalanan, ia akhirnya menemukan susu sapi yang dimaksud dan pemuda itu meminta imbalan yang tak murah. Uma diminta untuk tidur semalam dengan pemuda itu yang tak lain adalah jelmaan Dewa Siwa sendiri. Setelah Uma mendapatkan susu tersebut, Uma kembali ke kahyangan tanpa mengetahui bahwa pemuda itu adalah jelmaan Siwa sendiri.
Kisah pun berlanjut dan berganti bingkai. Kembali mengisahkan seorang ayah yang sedang nembang sebuah cerita tentang Dewa dan Dewi pada anaknya dari atas sepeda kumbangnya. Sang ayah yang mendapatkan pekerjaan untuk mengisi acara ruwatan untuk nembang, mengajak anaknya untuk turut serta. Dan sampai di sini, kisah kembali pada fragmen dimana Pandawa sedang kocar-kacir karena perang. Dewi Kunti sebagai ibunda dari lima Pandawa, dengan terpaksa memohon pertolongan pada Dewi Durga yang tak lain adalah Uma dengan wujud buruk rupa.
![]() |
Dewa Siwa dan Dewi Uma (Durga) sumber gambar |
Kunti berlari tertatih menuju Setra Gandamayu dan disambut oleh Kalika, abdi setia Batari Durga. Setelah bertemu dengan Durga, Kunti menyatakan maksud kedatangannya dan disambut oleh Durga dengan tidak murah harganya. Durga meminta salah satu Pandawa untuk dijadikan tumbal dan Kunti tak mau menumbalkan anaknya sendiri. Karena menolak, dengan perintah Durga, Kalika merasuki tubuh Kunti dan Kunti kembali ke Indraprasta untuk membawa Sahadewa (Sadewa) ke tangan Durga.
Kisah berlanjut dengan disekapnya Sahadewa, dan mari kita lewat kisah berikutnya karena akan panjang sekali kalau saya teruskan. Hehehe. Akhirnya, Siwa yang sadar akan kesalahannya telah memperdayai istri sendiri, merasuki tubuh Sahadewa yang sudah di ambang kematian karena akan dilahap habis oleh Dewi Durga. Dengan merapal, Sahadewa menggumamkan mantra ruwatan dari Dewa Siwa dan seketika saja, Durga sudah kembali menjadi Dewi Uma. Setra Gandamayu berubah menjadi taman yang indah dan Uma memberi beberapa tugas pada Sahadewa sebelum akhirnya kembali ke kahyangan.
![]() |
Pandawa Lima sumber gambar |
Kisah sudah begitu sarat konflik, ketika Sahadewa yang masih ksatria hijau atau ‘anak bawang’ itu diminta untuk meruwat beberapa orang yang akan ia temui di perjalanan, sampai akhirnya ia bisa mengalahkan Kalantaka dan Kalanjaya yang menjadi dua raksasa di bawah kubu Kurawa, musuh bebuyutan Pandawa yang nantinya akan berperang di Kuru Setra.
Dan kisah pun diakhiri dengan kalahnya Kurawa, dengan kematian dua raksasa. Raksasa itu pun berubah menjadi dewa. Ternyata, mulanya mereka adalah dewa yang dikutuk oleh Dewa Siwa. Dan dari serangkaian kisah yang tergambar, fragmen kembali pada kisah ayah dan anak yang telah selesai menghadiri acara ruwatan, dengan si anak yang tertidur di pangkuan ayahnya.
Anak itu bermimpi menjadi seorang Sahadewa, ksatria hijau yang gagah melawan dua raksasa. Orang di sekitarnya tertawa, dan ayahnya hanya meminta anak itu diam. Si anak pun mengambil beberapa hikmah dari apa yang dituturkan Sahadewa (yang saya kutip dari buku Gandamayu itu sendiri), “Kami antarsaudara terpaksa saling bunuh hanya karena kekuasaan. Itulah yang nyaris terjadi di setiap negara. Demokrasi yang sekarang menggejala, apakah benar akan mengantarkan manusia pada kesadaran untuk berhenti saling membunuh? Tidak juga. Di negeri seberang, di mana kudengar demokrasi diberikan begitu leluasa, malah kejahatan, pembunuhan, pemerkosaan terhadap perempuan, saling fitnah, saling rebut kekuasaan hampir terjadi setiap hari.”
Kisah Mahabharata yang ada di buku ini mengambil sisi yang tak semua orang bisa punya pikiran ke arah sana. Kisah ini mencakup kisah humanis yang mencakup sisi seorang perempuan. Bagaimana perempuan direndahkan dan mencoba untuk setia sampai ke titik jenuh yang terdalam. Bagaimana seorang ksatria maupun dewa, masih punya pemikiran yang mengacu pada kesejahteraan umat manusia yang ada di bawah mereka, meski keseharian mereka diliputi hidup mewah, serba ada, dan makmur. Semua kisah ini seperti kisah nyata yang terjadi di sekitar kita, hanya saja mengambil penokohan dari pewayangan. Karena saya bisa membuat beberapa bagian cerita kalau harus menjelaskannya secara keseluruhan, lebih baik mencari bukunya sendiri karena buku ini recommended untuk dibaca oleh berbagai kalangan usia. [Ayu]
Judul: Gandamayu
Penulis: Putu Fajar Arcana
Penerbit: Kompas
Tahun Terbit: 2012
ISBN: 978-979-709-622-9
Halaman: 189 hlm + xv
Harga: Rp 35.000 – Rp 45.000 (lupa harganya)
Rating: 4/5
Review: http://www.goodreads.com/book/show/13484683-gandamayu
Leave a Reply