Landscape Gede dan Ketinggian

POSTED ON:

BY:

Operasi Bersih Menuruni Gunung
Sudah tak terhitung lagi, berapa kali saya mengunjungi dan mendaki sebuah gunung di kawasan Bogor – Jawa Barat. Gunung yang dapat ditempuh dengan waktu tempuh kurang lebih tiga jam dari Jakarta, melalui terminal Kampung Rambutan dengan menaiki bis yang menuju ke arah Bandung dan sekitarnya via jalur Puncak. Gunung ini dapat didaki dari tiga jalur yang cukup berdekatan, di satu jalur utama Jakarta – Bandung via Puncak yaitu jalur Putri, jalur Cibodas, dan Selabintana. Gunung yang masih menyimpan sisa-sisa sejarah ini semakin ramai dan sayangnya semakin kotor karena sampah para pendaki yang tidak tahu diri.
Begitu melilitnya birokrasi untuk mendaki gunung ini mungkin bermula dari kesalahan para pendaki itu sendiri. Sejak beberapa ketentuan mendaki gunung Gede sudah dikurangi, para pendaki yang hanya bermodalkan slogan-slogan lestari tanpa tahu apa artinya, malah semakin gila dan merajalela. Sampah tetap ditemukan. Tanpa adanya kesadaran, akhirnya birokrasi dan perizinan, semakin diperketat. Ini kadang membuat saya dan teman-teman yang ingin menikmati Gede jadi terkesan dipaksakan. Menurut pihak dinas kehutanan, “Pendaki diminta untuk naik selama dua hari satu malam saja, dan ketika turun, pastikan sampah disetorkan dan juga surat perizinan diperiksa oleh petugas jaga. Jika ada pelanggaran, pendaki harus membayar denda dan penalti.”
Bukankah, seharusnya pendaki sadar sendiri tanpat perlu menuliskan surat-surat birokrat?
Tapi memang, inilah yang dibutuhkan jika sudah tak ada lagi kepedulian. Adanya surat-surat yang mengikat dan beberapa ketentuan yang mesti dipatuhi, menjadi semacam kode etik. Yah, setidaknya, pemandangan yang disuguhkan oleh alam semesta membayar semua kesulitan perizinan. 😀
Jalur Vulkanik – Puncak Gede 

Bersama Kawan di Puncak Gede

Diyana di Savana Suryakencana
Mampir ke Gede, jangan lupa singgah di Suryakencana. Sekedar untuk lewat ketika turun melalui jalur gunung Putri, atau untuk bermalam sebelum menuju puncak Gede. Suryakencana adalah sebuah savana luas dengan pepohonan hijau yang masih mengelilinginya. Di sini, pendaki biasa bermalam dan terdapat sumber air di antara cerukan padang rumput. Jika berjalan lebih ke barat, maka kita bisa menemukan goa-goa yang biasa digunakan para peziarah untuk berdoa atau bersemedi. 
Konon, Suryakencana adalah tempat bersemayam Eyang Suryakencana dan putranya yang bernama Prabu Siliwangi. Mungkin ada beberapa di antara kalian yang sudah mengetahui sejarah kerajaan di Bogor, dengan Prabu Siliwangi sebagai salah satu penguasa di Tanah Sunda. Maka, kita bisa jumpai di beberapa daerah Jawa Barat, lambang ketentaraan yang menggambarkan harimau putih, dengan nama Siliwangi. Konon katanya lagi, harimau putih ini adalah salah satu peliharaan Prabu Siliwangi.
Jadi ingat kisah tenda yang dilempari pasir dan beberapa pendaki yang sempat mendengar harimau mengaum. Hmmm, sudahlah tidak usah diceritakan. Hehehe.
Pejalan yang Lelah dan Kembali ke Rumah
Gunung Gede masih menjadi salah satu gunung favorit untuk didaki, terutama oleh saya juga. Yaaa, selain awal jalur pendakian yang memang mudah dituju dari kota besar, selalu ada panggilan untuk kembali ke sana. Mungkin, semacam panggilan alam begitu lah. Hehehehe.
all photos taken by: Ayu
location: Cibodas – Gede – Gede’s Summit – Suryakencana



Related posts

2 responses to “Landscape Gede dan Ketinggian”

  1.  Avatar
  2.  Avatar

    foto nomer 3 agak ngeri liatnya, gak takut kepeleset tah? 🙂 ehehehe

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Search


Out Now!


Click banner to buy Not for IT Folks with discount!

Recent Posts


Tags


7 Divisi (7) Advertorial (4) Album Review (4) Antologi Ayu Welirang (4) Antologi HISTERY (2) Ayubacabaca (62) Ayu Welirang's Bibliography (9) Blogging Story (2) BS-ing everyday (7) Buku (63) Cabaca (3) Central Java (14) Cerita Detektif (7) Cerita Investigasi (4) Cerita Persahabatan (2) Cerpen (10) Cerpen dari Lagu (5) Drama (6) Editing Works (3) Februari Ecstasy (2) Fiksi Kriminal (3) Forest Park (2) Got Money Problem? (4) Halo Tifa (3) Heritage Sites (4) Hiking Journal (10) Hitchhike (4) Horror (3) Indonesia (37) Interview (2) Jakarta (10) John Steinbeck (3) Journal (18) Kopi (2) Kuliner (3) Kumcer (10) Latar Novel (2) Lifehacks (3) Living (4) Local Drinks (4) Local Foods and Snacks (5) Mata Pena (4) Media Archive (4) Menulis Adegan (2) Metropop (8) Mixtape (4) Mountain (18) Museum (2) Music Playlist (7) Music Review (4) My Published Works (13) NgomonginSeries (5) Nonton (6) Not for IT Folks (3) Novel Keroyokan (2) Novel Kriminal (4) Novel Thriller (3) On Bike (3) On Foot (4) On Writing (25) Pameran (2) Panca dan Erika (3) perjalanan dalam kota (3) Photo Journal (12) Potongan Novel Ayu Welirang (3) Publishing News (3) Review (72) Riset Tulisan (2) Rumah Kremasi (2) Santai (10) Sayembara-Novel-DKJ (3) Sci-fi (6) Sequel (4) Serial Detektif (2) Series Review (5) Short Stories (11) South Tangerang (1) Sumatera (3) talk about living my life (3) Tentang Menerbitkan Buku (7) Terjemahan (6) Things to do in Jakarta (4) Thriller (7) Tips (35) Tips Menulis (28) to live or not to live (6) Translation Works (6) Travel Guide (3) Traveling (4) Travel Notes (2) Travel Stuff (2) Waterfalls (2) Wedding Preparation (5) Wedding Vendor Bandung (3) West Java (15) Worldbuilding Novel (2) Writing for Beginner (27) Writing Ideas (17) Writing Journal (38) Writing Prompt (9)

Newsletter


Create a website or blog at WordPress.com

%d bloggers like this: