Kereta Barang Mulai Melaju |
Rinjani dan Sunrise dari Atas Truk |
Setelah menunggu, akhirnya ada truk juga yang bisa kami tumpangi. Kami menumpangi truk berisi cat kalengan yang cukup besar. Awalnya, sang supir tidak tidak mau memberi tumpangan, tapi karena kami memaksa, kami pun naik. Kami tetap menjaga barang milik supirnya, karena kami tahu tata cara menumpang yang baik dan benar. Hehehe.
Cukup jauh juga truk itu membawa kami. Sampai jalan raya Cirebon – Losari yang menghubungkan kami dengan perbatasan Jawa Tengah, truk berhenti. Sang supir keluar dan memberitahukan bahwa ia akan melewati jembatan timbang. Jembatan timbang ini adalah sebuah lokasi dimana truk-truk besar yang membawa muatan harus masuk dan diukur muatannya, serta membayar retribusi pada petugas. Saya tidak menyangka, jahat sekali pihak dinas perhubungan. Mereka menempatkan orang-orang yang sudah di ambang usia akhir, untuk menjaga jembatan timbang. Mungkin, usianya sekitar 40 tahun ke atas. Apa jadinya ya keluarga mereka yang ditinggalkan karena menjaga jembatan timbang dua puluh empat jam penuh? Saya mengerti, mungkin saja ada sistem shift di sana. Tapi, kenapa tidak orang muda dan lajang saja yang menjaga ya? Apakah ini perihal kepercayaan? Ah entahlah, kok saya jadi mengoceh. :))
Jembatan Pasar Losari – Truk Cat |
Bang Donald |
Sampai di Brebes |
Sunrise di Brebes |
Kami istirahat sebentar di jembatan timbang. Saya menumpang ke kamar mandi dan Zhygoth menunggu di luar. Sementara, yang lain mencari pelataran ruko atau warung, untuk tidur sejenak sambil menunggu truk lagi. Keluar dari kamar mandi, saya menerima satu gelas besar teh manis hangat. Wah, ternyata bapak petugas dari jembatan timbang yang membuatkannya. Baik sekali. Di sela tugas, masih sempat memberi. Ini adalah orang baik kedua yang saya temui di perjalanan, setelah bapak supir truk.
Numpang Tidur Samping Jembatan Timbang |
Background: Truk Pantura :)) |
Saya berpamitan dengan petugas jembatan timbang dan menyusul yang lainnya. Berfoto sejenak dan beristirahat, kami lalu berjalan lagi. Agak jauh sedikit dari jembatan timbang, hampir ke perbatasan, kami menunggu truk. Truk kedua adalah truk keramik. Kami menumpangi truk tersebut dan dibawa melewati daerah perbatasan. Ternyata, truk tersebut akan berhenti di salah satu pusat keramik pantura. Kami turun, berterima kasih ala kadarnya dan mencari truk lain. Truk ketiga yang kami tumpangi adalah truk semen dan truk ini rupanya membawa kami sampai Tegal.
![]() |
Truk Keramik dan Semen Sampai Tegal |
Setelah negosiasi dengan yang lainnya, akhirnya kami memutuskan untuk berangkat ke Semarang pada tanggal 2 September saja, pada hari H acara tersebut diadakan. Kami berhenti di Tegal, dan berjalan kaki menyusuri bangunan tua di sepanjang jalan menuju alun-alun Tegal. Di Tegal ini untungnya ada sanak saudara saya yang bisa disinggahi sementara dan sudah lumrah dengan orang-orang gondrong seperti teman-teman saya, sehingga saya tidak perlu khawatir.
![]() |
Kolase di Tegal dan KA. Barang ke Semarang |
Untuk sementara, di Tegal ini, saya bisa beristirahat dulu dan nanti malam bisa melanjutkan kembali perjalanan.
Minggu, 2 September 2012
Jam sebelas malam start berangkat lagi dari rumah eyang saya di Tegal, dan menunggu kereta barang yang sudah aman transit di Cirebon, melewati stasiun Tegal mungkin sekitar jam empat pagi. Kami menyimpan energi lagi, dengan tidur di bilik tempat ronda yang untungnya sedang kosong. Dengan dikelilingi nyamuk ganas nan jahat, kami terpaksa tidur. Sedangkan, dua orang lagi berjaga, karena mereka bilang tidak bisa tidur. Sambil menunggu, tidur kami malah terganggu dengan seorang bapak yang tiba-tiba muncul dan mengajak kami berbicara ngalor-ngidul. Agak aneh juga sih sebenarnya, karena bapak ini sempat bilang, kalau beliau sedang menjaga rumah di depan yang sedang tahlilan. Itu berarti, ada yang baru meninggal. Jangan-jangan, bapak ini yang meninggal dan hantunya mengajak kami berbicara.
Ah, pikiran itu segera saya tepis, dan saya pun memaksa diri untuk bisa tertidur.
Sekitar jam empat pagi, kereta datang dan berhenti di stasiun Tegal cukup lama. Kami harus menunggu saat yang tepat untuk naik. Saat yang tepat itu adalah ketika peluit kereta dibunyikan, dan kereta mulai berjalan pelan. Hal ini untuk menghindarkan kami dari teguran petugas stasiun yang bisa membuyarkan segala rencana.
Berhasil naik dan kami pun melaju bersama kereta barang yang membawa lempengan besi. Berhenti di Pekalongan, kami turun dan berbaur dengan para pekerja stasiun. Saat peluit kembali berbunyi, kami naik dan melaju lagi.
Perjalanan sangat indah, sayang saya tertidur. Saya hanya bisa melihat pesisir pantai yang dilewati kereta dari foto-foto. Pesisir pantai yang terlewat ini, tandanya kami sudah dekat dengan Semarang. Dan benar saja, sekitar pukul sembilan pagi, kami sampai di stasiun Semarangponcol.
![]() |
Pantai Utara |
Bang Donald dari Atas Plat Besi |
Tampilan Kereta dari Depan (Pengangkut Plat Besi) |
Krengseng, Mendekati Semarang |
Beristirahat sejenak sambil makan gorengan lagi untuk sarapan dan minum teh hangat. Semarang pagi itu sudah panas. Kami mengisi perut kami dan mulai berjalan. Kami menumpang truk dari lampu merah, sampai bundaran Lawang Sewu. Di Lawang Sewu, kami berfoto kembali lalu melanjutkan perjalanan. Cukup jauh juga perjalanan menuju Wonderia Semarang.
![]() |
Turun Dari Truk, Berada di Lawang Sewu, Di Depan Taman Makam Pahlawan, dan Akhirnya… Wonderia!!! |
Kami melewati alun-alun. Anak-anak kecil sedang bermain skuter dan juga in-line skate alias sepatu roda. Kami tidak sempat berfoto karena kejar waktu. Berjalan kaki sampai ke Taman Makam Pahlawan yang dekat pertigaan, kami berfoto sejenak. Ornamen dinding bertuliskan “Bangsa yang Besar Adalah Bangsa yang Menghargai Jasa Para Pahlawannya”, jadi tempat kami berfoto. Setelah mengabadikannya, kami melanjutkan perjalanan menyusuri pinggiran Semarang yang dikeliling pepohonan dan bukit di kanan. Setelah beberapa saat, tibalah kami di Wonderia.
Dan perjalanan pertama ini, selesai sampai di sini. Setelah dari Wonderia, lanjut kemana ya? Penasaran? Ikuti terus trip penganggur ini. 🙂
Leave a Reply