Jurnal Perjalanan: Menuju Wonderia Semarang (31 Agustus 2012 – 2 September 2012)

POSTED ON:

BY:

Sekarang sudah pertengahan September dan jurnal perjalanan selama dua minggu kemarin mengelilingi Jawa Tengah dan sekitarnya, baru sempat saya tuliskan di blog ini. Untuk sementara, saya akan bercerita tentang perjalanan saya dan teman-teman menuju acara musik di Wonderia Semarang. Saya bisa hadir di acara ini, pasca habisnya kontrak saya di kantor. Hahaha, sebenarnya hal yang tidak menyenangkan. Tapi, hikmahnya adalah, saya bisa kembali berjalan kemanapun saya mau, tanpa perlu dibatasi waktu bekerja yang tiba-tiba datang ketika saya sedang berada di suatu tempat yang jauh dari Jakarta.
Acara ini berbenturan dengan pertemuan penyair dari batpoet di rumah seni Eloprogo yang diadakan pada tanggal yang sama. Awalnya, saya ingin naik kereta langsung menuju Jogja dari Pasar Senen. Namun, karena belum memesan tiket, saya berangkat menuju Senen sebelum Maghrib. Ternyata, perjalanan dari Lebak Bulus sampai Senen memakan waktu yang teramat lama. Sudah bosan di jalan, akhirnya kesal juga. Jadilah, saya ditawari naik kereta barang dari Priuk sampai Semarang dan nantinya akan dilanjut ke Eloprogo. Kala itu, saya bersama pacar saya berangkat dari Senen langsung ke Stasiun Tanjung Priuk. Dengan penyamaran menjadi lelaki untuk mengatasi begal dan preman Priuk, saya pun berangkat dengan dandanan ala kadarnya, persis lelaki.
Masih menunggu kereta barang diberangkatkan, saya duduk-duduk di pinggiran rel. Penuh sekali acara dangdut dan para lelaki-lelaki yang sedang menerima perempuan yang menjajakan diri. Sungguh, ini adalah pengalaman menyaksikan para mucikari beraksi, di pinggiran rel yang terlupakan kaum urban Jakarta. Saya jadi agak aneh, campur haru. Dan inilah realita.
Jum’at, 31 Agustus 2012
Kereta barang berangkat pada pukul 10 malam. Melajulah kereta barang dan kami pun berjaga semalam suntuk dari apapun kemungkinan yang membahayakan. Kalau dibilang kami sengaja atau mau bergaya, itu salah besar. Kami hanya tercekat dengan waktu dan keadaan, sehingga hal seperti ini pun kami lakoni hanya untuk bertemu kawan seperjuangan di Semarang. Meski ada desas-desus yang mengatakan bahwa para penggerak grunge di Semarang tidak seenak orang-orang Jawa Timur, kami tetap berangkat. 

Di Kereta Barang – Start Stasiun Tanjung Priuk 31082012

Dari jam 10 malam, tak ada yang bisa kami saksikan. Di kanan kiri hanya bentangan alam yang luas dan gelap. Naik kereta barang tidak seenak naik kereta manusia, baik ekonomi sampai kelas bisnis. Kami harus terus menjaga diri kami sendiri dan kawan kami, karena apapun bisa terjadi. Komplotan preman dan penjahat, bisa saja ada dan membahayakan kami. Maka dari itu, kami tidak tidur sampai akhirnya kereta pun berhenti lama di stasiun Cirebon untuk dilakukan pengecekan. Sampai Cirebon jam 3 pagi, dan kami terpaksa menerima pengusiran satpam.

Kereta Barang Mulai Melaju

Kami keluar dari areal stasiun dan mencari tempat yang bisa menghangatkan kami setelah 5 jam diterpa angin jalanan yang begitu dingin. Ada warung yang buka dan dengan senangnya kami memesan dua gelas kopi hitam dan teh hangat untuk membuat suasana kembali mencair.
Sabtu, 1 September 2012
Sampai di Cirebon, kami sengaja tidak melanjutkan perjalanan ke Semarang dengan kereta barang, karena memang sudah tidak bisa main kucing-kucingan dengan petugas stasiun. Akhirnya, setelah makan beberapa gorengan dan menghabiskan kopi, kami langsung berjalan kaki ke arah pantura (jalur pantai utara), dimana truk-truk besar akan lewat dan kami bisa menumpang sampai Tegal, syukur-syukur bisa hitchhiking sampai Semarang.

Rinjani dan Sunrise dari Atas Truk

Setelah menunggu, akhirnya ada truk juga yang bisa kami tumpangi. Kami menumpangi truk berisi cat kalengan yang cukup besar. Awalnya, sang supir tidak tidak mau memberi tumpangan, tapi karena kami memaksa, kami pun naik. Kami tetap menjaga barang milik supirnya, karena kami tahu tata cara menumpang yang baik dan benar. Hehehe.

Cukup jauh juga truk itu membawa kami. Sampai jalan raya Cirebon – Losari yang menghubungkan kami dengan perbatasan Jawa Tengah, truk berhenti. Sang supir keluar dan memberitahukan bahwa ia akan melewati jembatan timbang. Jembatan timbang ini adalah sebuah lokasi dimana truk-truk besar yang membawa muatan harus masuk dan diukur muatannya, serta membayar retribusi pada petugas. Saya tidak menyangka, jahat sekali pihak dinas perhubungan. Mereka menempatkan orang-orang yang sudah di ambang usia akhir, untuk menjaga jembatan timbang. Mungkin, usianya sekitar 40 tahun ke atas. Apa jadinya ya keluarga mereka yang ditinggalkan karena menjaga jembatan timbang dua puluh empat jam penuh? Saya mengerti, mungkin saja ada sistem shift di sana. Tapi, kenapa tidak orang muda dan lajang saja yang menjaga ya? Apakah ini perihal kepercayaan? Ah entahlah, kok saya jadi mengoceh. :))

Jembatan Pasar Losari – Truk Cat

Bang Donald

Sampai di Brebes

Sunrise di Brebes

Kami istirahat sebentar di jembatan timbang. Saya menumpang ke kamar mandi dan Zhygoth menunggu di luar. Sementara, yang lain mencari pelataran ruko atau warung, untuk tidur sejenak sambil menunggu truk lagi. Keluar dari kamar mandi, saya menerima satu gelas besar teh manis hangat. Wah, ternyata bapak petugas dari jembatan timbang yang membuatkannya. Baik sekali. Di sela tugas, masih sempat memberi. Ini adalah orang baik kedua yang saya temui di perjalanan, setelah bapak supir truk.

Numpang Tidur Samping Jembatan Timbang

Background: Truk Pantura :))

Saya berpamitan dengan petugas jembatan timbang dan menyusul yang lainnya. Berfoto sejenak dan beristirahat, kami lalu berjalan lagi. Agak jauh sedikit dari jembatan timbang, hampir ke perbatasan, kami menunggu truk. Truk kedua adalah truk keramik. Kami menumpangi truk tersebut dan dibawa melewati daerah perbatasan. Ternyata, truk tersebut akan berhenti di salah satu pusat keramik pantura. Kami turun, berterima kasih ala kadarnya dan mencari truk lain. Truk ketiga yang kami tumpangi adalah truk semen dan truk ini rupanya membawa kami sampai Tegal.

Truk Keramik dan Semen Sampai Tegal

Setelah negosiasi dengan yang lainnya, akhirnya kami memutuskan untuk berangkat ke Semarang pada tanggal 2 September saja, pada hari H acara tersebut diadakan. Kami berhenti di Tegal, dan berjalan kaki menyusuri bangunan tua di sepanjang jalan menuju alun-alun Tegal. Di Tegal ini untungnya ada sanak saudara saya yang bisa disinggahi sementara dan sudah lumrah dengan orang-orang gondrong seperti teman-teman saya, sehingga saya tidak perlu khawatir.

Kolase di Tegal dan KA. Barang ke Semarang

Untuk sementara, di Tegal ini, saya bisa beristirahat dulu dan nanti malam bisa melanjutkan kembali perjalanan.

Minggu, 2 September 2012
Jam sebelas malam start berangkat lagi dari rumah eyang saya di Tegal, dan menunggu kereta barang yang sudah aman transit di Cirebon, melewati stasiun Tegal mungkin sekitar jam empat pagi. Kami menyimpan energi lagi, dengan tidur di bilik tempat ronda yang untungnya sedang kosong. Dengan dikelilingi nyamuk ganas nan jahat, kami terpaksa tidur. Sedangkan, dua orang lagi berjaga, karena mereka bilang tidak bisa tidur. Sambil menunggu, tidur kami malah terganggu dengan seorang bapak yang tiba-tiba muncul dan mengajak kami berbicara ngalor-ngidul. Agak aneh juga sih sebenarnya, karena  bapak ini sempat bilang, kalau beliau sedang menjaga rumah di depan yang sedang tahlilan. Itu berarti, ada yang baru meninggal. Jangan-jangan, bapak ini yang meninggal dan hantunya mengajak kami berbicara.

Ah, pikiran itu segera saya tepis, dan saya pun memaksa diri untuk bisa tertidur.

Sekitar jam empat pagi, kereta datang dan berhenti di stasiun Tegal cukup lama. Kami harus menunggu saat yang tepat untuk naik. Saat yang tepat itu adalah ketika peluit kereta dibunyikan, dan kereta mulai berjalan pelan. Hal ini untuk menghindarkan kami dari teguran petugas stasiun yang bisa membuyarkan segala rencana.

Berhasil naik dan kami pun melaju bersama kereta barang yang membawa lempengan besi. Berhenti di Pekalongan, kami turun dan berbaur dengan para pekerja stasiun. Saat peluit kembali berbunyi, kami naik dan melaju lagi.

Perjalanan sangat indah, sayang saya tertidur. Saya hanya bisa melihat pesisir pantai yang dilewati kereta dari foto-foto. Pesisir pantai yang terlewat ini, tandanya kami sudah dekat dengan Semarang. Dan benar saja, sekitar pukul sembilan pagi, kami sampai di stasiun Semarangponcol.

Pantai Utara

Bang Donald dari Atas Plat Besi

Tampilan Kereta dari Depan (Pengangkut Plat Besi)

Krengseng, Mendekati Semarang

Beristirahat sejenak sambil makan gorengan lagi untuk sarapan dan minum teh hangat. Semarang pagi itu sudah panas. Kami mengisi perut kami dan mulai berjalan. Kami menumpang truk dari lampu merah, sampai bundaran Lawang Sewu. Di Lawang Sewu, kami berfoto kembali lalu melanjutkan perjalanan. Cukup jauh juga perjalanan menuju Wonderia Semarang.

Turun Dari Truk, Berada di Lawang Sewu, Di Depan Taman Makam Pahlawan,
dan Akhirnya… Wonderia!!!

Kami melewati alun-alun. Anak-anak kecil sedang bermain skuter dan juga in-line skate alias sepatu roda. Kami tidak sempat berfoto karena kejar waktu. Berjalan kaki sampai ke Taman Makam Pahlawan yang dekat pertigaan, kami berfoto sejenak. Ornamen dinding bertuliskan “Bangsa yang Besar Adalah Bangsa yang Menghargai Jasa Para Pahlawannya”, jadi tempat kami berfoto. Setelah mengabadikannya, kami melanjutkan perjalanan menyusuri pinggiran Semarang yang dikeliling pepohonan dan bukit di kanan. Setelah beberapa saat, tibalah kami di Wonderia.

Dan perjalanan pertama ini, selesai sampai di sini. Setelah dari Wonderia, lanjut kemana ya? Penasaran? Ikuti terus trip penganggur ini. 🙂



Related posts

8 responses to “Jurnal Perjalanan: Menuju Wonderia Semarang (31 Agustus 2012 – 2 September 2012)”

  1.  Avatar

    @backpackerborneo.com ayooo kaaaak… mau naik truk ke mana kitaaaaa. 😀

    Like

  2.  Avatar

    @farchan noor rachman aku jadi malu… soale nang foto iki aku ora nganggo jilbab :))

    Like

  3.  Avatar

    Kak Ayu keren bangeeet….ajakin aku kaaakkk…

    Like

  4.  Avatar

    sangar tenan wong siji iki..

    Like

  5.  Avatar

    @Budhy JusticefarmWalaaaah, aku ra tau nggonmu nang endi, jadi ora mampir. 😀

    Like

  6.  Avatar

    @Mohamad RivaiSurabaya – Solo itu mungkin sekitar 10 jam, itu kalo lancar ngomprengnya :))Aku bawa duit kok, tapi irit2 😀

    Like

  7.  Avatar

    Gak mampir nggonku yu?Gak omong2 se yen meh jalan2 😀

    Like

  8.  Avatar

    asyik bener nih.jalan jalan “nggrenjeng” tanpa duit donk?PEngen bisa Hitchiking dari SBY ke Solo, berapa jam ya kira kira :Dnggak mampir ke Solo ya mbak kemarin??

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Search


Out Now!


Click banner to buy Not for IT Folks with discount!

Recent Posts


Tags


7 Divisi (7) Advertorial (4) Album Review (4) Antologi Ayu Welirang (4) Antologi HISTERY (2) Ayubacabaca (62) Ayu Welirang's Bibliography (9) Blogging Story (2) BS-ing everyday (7) Buku (63) Cabaca (3) Central Java (14) Cerita Detektif (7) Cerita Investigasi (4) Cerita Persahabatan (2) Cerpen (10) Cerpen dari Lagu (5) Drama (6) Editing Works (3) Februari Ecstasy (2) Fiksi Kriminal (3) Forest Park (2) Got Money Problem? (4) Halo Tifa (3) Heritage Sites (4) Hiking Journal (10) Hitchhike (4) Horror (3) Indonesia (37) Interview (2) Jakarta (10) John Steinbeck (3) Journal (18) Kopi (2) Kuliner (3) Kumcer (10) Latar Novel (2) Lifehacks (3) Living (4) Local Drinks (4) Local Foods and Snacks (5) Mata Pena (4) Media Archive (4) Menulis Adegan (2) Metropop (8) Mixtape (4) Mountain (18) Museum (2) Music Playlist (7) Music Review (4) My Published Works (13) NgomonginSeries (5) Nonton (6) Not for IT Folks (3) Novel Keroyokan (2) Novel Kriminal (4) Novel Thriller (3) On Bike (3) On Foot (4) On Writing (25) Pameran (2) Panca dan Erika (3) perjalanan dalam kota (3) Photo Journal (12) Potongan Novel Ayu Welirang (3) Publishing News (3) Review (72) Riset Tulisan (2) Rumah Kremasi (2) Santai (10) Sayembara-Novel-DKJ (3) Sci-fi (6) Sequel (4) Serial Detektif (2) Series Review (5) Short Stories (11) South Tangerang (1) Sumatera (3) talk about living my life (3) Tentang Menerbitkan Buku (7) Terjemahan (6) Things to do in Jakarta (4) Thriller (7) Tips (35) Tips Menulis (28) to live or not to live (6) Translation Works (6) Travel Guide (3) Traveling (4) Travel Notes (2) Travel Stuff (2) Waterfalls (2) Wedding Preparation (5) Wedding Vendor Bandung (3) West Java (15) Worldbuilding Novel (2) Writing for Beginner (27) Writing Ideas (17) Writing Journal (38) Writing Prompt (9)

Newsletter


Create a website or blog at WordPress.com

%d bloggers like this: