Judul: Of Mice and Men
Penulis: John Steinbeck
Terbit Pertama: 1937
Penerbit/Edisi Terbitan: Selasar Publishing
Tahun Edisi: 2011, Cetakan 1
Penerjemah: Shita Athiya
Tebal: 149 halaman, paperback
ISBN: 9789792594133
Berusahalah memahami masing-masing manusia, karena dengan memahami satu sama lain, kalian bisa bersikap baik satu sama lain. Mengenal baik seorang manusia tak pernah berakhir dengan membencinya dan nyaris selalu jadi mencintainya — John Steinbeck, 1938
Realitas tragis tentang perjuangan hidup manusia yang berusaha keras meraih impian di antara sekian banyak keterbatasan. Dituturkan oleh penulis humanis untuk merayakan kapasitas manusia yang telah terbukti atas kebesaran hati dan semangat membara—atas jiwa ksatria saat dikalahkan, atas keberanian, kasih sayang, dan cinta.
Bacaan wajib bagi siapapun.
***
Novel pendek yang benar-benar mengisahkan tentang tragedi hidup manusia. Betapa mimpi mampu membuat semua orang bangkit dari keterpurukan. Mimpi membuat semua orang tertidur dengan harapan akan pencapaian sesuatu hal dengan sempurna. Namun, mimpi pulalah yang membuat George harus melupakan semua dan menghadapi realita kehidupan bersama Lennie.
Dua sosok yang digambarkan Steinbeck dalam novella ini—jika saya boleh menyebut begitu—benar-benar sosok yang saling mengisi dan bertolak belakang. Tak akan ada sosok raksasa yang bengis, juga sosok orang lebih kecil dari si raksasa yang selalu jadi kacung. Namun, sosok yang digambarkan Steinbeck adalah antitesis dari setiap stereotip akan manusia.
George lebih kecil dari Lennie, tetapi nyali George lebih besar dan ia pula yang kerap melindungi Lennie dari apapun. Walau ia sebenarnya punya keinginan sendiri, George merupa seorang pengasuh Lennie. Sementara itu, si raksasa—Lennie—merupakan orang yang welas asih, agak bodoh jika boleh kubilang, dan ia begitu suka semua yang berbulu. Ia suka kelinci, tikus, marmut, dan akhirnya suka rambut seseorang. Namun, setiap kesukaannya selalu berujung pada obsesi yang membuat apapun yang ia sukai, mati atau hancur. Lennie memang tak pernah memiliki maksud untuk menghancurkan semua yang ia sukai, tetapi kekuatan dirinya dan tidak mampunya ia mengontrol kekuatan sendiri, menjadi malapetaka.
Akhir dari kisah ini membuat saya sedih. Tidak terduga. George yang biasanya bersama-sama dengan Lennie, akhirnya harus meninggalkan Lennie juga. Semua mimpinya untuk memiliki pertanian sendiri, ternak, dan kelinci-kelinci pun kandas, bersamaan dengan hati nuraninya yang terpaksa disembunyikan.
Komentar terakhir yang bisa sampaikan setelah menutup buku ini hanya, sedih. Buku yang penuh kesedihan. 😦
Leave a Reply