7 Divisi
Ayu Welirang, 3rd March 2014
Gramedia Pustaka Utama, 202 pages
7 Divisi merupakan salah satu novel pemenang PSA (Publisher Searching for Authors) yang digelar oleh Gradien beberapa waktu lalu. Novel ini bergenre petualangan dan misteri. Membaca novel ini mengingatkan saya kepada momen-momen ketika dulu saya mendaki gunung di Jawa Barat bersama teman-teman kuliah saya. Mungkin bedanya, dulu kami adalah pendaki dadakan. Alias sekumpulan orang yang mengaku-aku mencintai alam tanpa melewatkan pelatihan khusus sebelumnya. Kalau di buku ini, ketujuh tokohnya digambarkan sebagai pemuda-pemudi yang terlatih. Ada yang memang anggota pecinta alam di sekolah atau kampus bahkan sampai ada yang sudah menjadi anggota Walagri (saya rasa ini plesetan dari Wanadri).
7 orang tersebut adalah Gitta, Ichan, Tom, Dom, Ambar, Salman, dan Bima. Setiap dari mereka mewakili satu divisi yang biasanya terbentuk jika sekelompok orang ingin mendaki gunung sebagai sebuah tim.
Gitta – Climbing
Ichan – Mountaineering
Salman – P3K
Bima – Navigasi
Tom – Penyebrangan
Dom – Shelter
Ambar – Survival
Mereka direkrut dengan cara yang misterius oleh seseorang bernama Rudolf untuk melakukan sebuah ekspedisi yang ternyata tanpa mereka sadari membawa petaka bagi mereka semua.
Buku ini seolah diciptakan khusus bagi siapa saja yang menyukai kegiatan mendaki (seperti halnya sang penulis juga). Semua istilah yang biasa digunakan komunitas pecinta alam disisipkan dan diberi footnote dengan baik, membuat pembaca tidak bingung. Buku ini benar-benar memberikan pengetahuan tentang mountaineering dan sebagainya dan saya jamin tidak menyesatkan. Semakin pro mendaki, mereka justru semakin memikirkan keselamatan jiwa mereka. Bukannya malah semakin tidak peduli terhadap peralatan mendaki dan obat-obatan. Saya juga senang mendapati novel ini ternyata menyinggung masalah budaya nasional dan sedikit sejarah.
Saya juga tidak heran dengan Ichan yang dalam beberapa hari saja sudah bisa menyukai Gitta. Karena memang biasanya kalau di gunung, kita tidak perlu waktu lama untuk mengenal seseorang. Bahkan katanya hanya butuh 3 hari mendaki bersama untuk mengenal kepribadian seseorang dibandingkan dengan mereka yang sudah kenal bertahun-tahun tapi tidak pernah mendaki.
Sebenarnya saya bisa saja memberi buku ini 5 bintang. Tapi sayangnya banyak hal-hal kecil yang sukses mrmbuat penilaian saya drop. Seperti misalnya deskripsi 7 divisi yang tidak ditulis secara explicit oleh penulis. Pembaca diminta memikirkan sendiri kira-kira apa saja 7 divisi itu. Juga ketika tiba-tiba Ichan menjadi ketua tim. Kapan dipilihnya? Tidak dijabarkan. Belakangan saya tahu bahwa karena Ichan berdiri di atas divisi mountaineering, di mana divisi inilah yang membawahi seluruh divisi. Tapi tetap saja, lebih baik dikasih tahu ketimbang disuruh mikir. Iya tho?
Juga waktu awal mereka ditawari melakukan ekspedisi ini. Kayaknya saya ga menemukan penjelasan mereka dibayar berapa sehingga mereka bahkan rela mempertaruhkan nyawa mereka demi ekspedisi ini.
Kalau soal typo, sudahlah saya tidak mau komentar banyak. Sebab di semua buku pastilah kecacatan ini terjadi. Di buku ini pun tidak banyak typo yang mengganggu. Tapi saya kurang sreg dengan kata “haha” atau “hehe” sebagai ungkapan ekepresi tawa alih-alih dijelaskan dengan kalimat “Ia tertawa” atau “Mereka terbahak-bahak”. Untungnya tidak ada “Wkwkwk” ditulis di buku ini.
Menurut saya masih banyak logika yang missed. Namun sebagai debut di dunia kepenulisan dengan penerbit mayor, pemikiran Ayu Welirang patut diacungkan jempol. Penulis berani dan mampu menghadirkan genre baru di tengah ramainya genre romance yang makin hari makin membuat jidat saya mengkerut lantaran sering berjengit heran. Saya harap ke depannya tulisan Ayu bisa lebih rapi. Sebab sayang sekali kalau konsep ceritanya sudah sedemikian fresh namun tidak melalui proses pengeditan yang baik jatuhnya akan jadi buku yang biasa-biasa saja.
Buku dengan sampul warna hijau daun ini (suaraaa dengarkanlah akuuu) mungkin bisa jadi salah satu alasan kenapa buku ini menarik untuk dibaca. Plus cara penulisan judulnya “7 divisi” yang mengingatkan saya pada acara televisi petualangan “Jelajah” dan “Jejak Petualang”. Sangat pas! Hanya saja ukuran buku ini agak sedikit tidak lazim dengan bentuk yang lebih panjang dari buku-buku pada umumnya. Sehingga membuat pembaca tertahan lebih lama pada satu halaman karena lebarnya space yang disesaki oleh kalimat-kalimat dalam cerita, memberi kesan penuh. Entahlah mungkin buku ini ingin menghemat biaya produksi atau bagaimana saya kurang tahu. Yang jelas, saya sebagai pembaca merasa kurang nyaman dengan ukuran buku ini.
Akhir kata, 3 dari 5 bintang untuk buku ini. Semoga ke depannya, buku Ayu bisa lebih rapi lagi. Selamat!
Leave a Reply