Jakarta oh Jakarta
Terimalah suaraku dalam kebisinganmu
Kencang teriakku semakin menghilang
Jakarta oh Jakarta
Kau tampar siapa saja saudaraku yang lemah
Manjakan mereka yang hidup dalam kemewahan
Jakarta oh Jakarta
Angkuhmu buahkan tanya
Bisu dalam kekontrasannya
(Iwan Fals – Kontrasmu Bisu)
Baru dua tahun rupanya, saya di Jakarta. Rasanya sudah lama sekali. Mungkin, karena sudah banyak yang saya lewati di Jakarta ini. Melihat Kopaja digulingkan orang kala demo. Melihat banjir, melihat senyum di gubuk pinggir kali, melihat orang-orang yang mengais puntung rokok di bawah jembatan, melihat sakit, melihat mati.
Dari semua yang saya lihat, rasanya seperti sudah bertahun-tahun saya meninggalkan rumah. Padahal, ya baru dua tahun ini saya di Jakarta. Bekerja, menumpang makan, menumpang tidur, bahkan menumpang lihat-lihat kota. Ya apalagi yang bisa dilakukan oleh perantau seperti saya? Mengubah kota? Rasanya tak mungkin. Tapi, bisa jadi mungkin sih, kalau konsisten menyebarkan jantung Jakarta. Bagi saya, yang akhir-akhir ini sudah mulai melebur di
jantung Jakarta, ada banyak hal yang tertutupi dari Jakarta. Di samping glamornya kehidupan Jakarta, banyak hal yang tak diketahui orang banyak. Mungkin, orang banyak tahu, tapi tak banyak peduli. Kira-kira begitu tepatnya.
Maka, dari sini saya memulai sebuah project untuk blog saya ini, agar setiap saya melihat sesuatu tentang Jakarta, saya dapat menuliskannya di sini. Sebab, bukankah perjalanan yang paling sulit itu adalah perjalanan mencari rumah singgah di tempat yang kita singgahi? Buat saya, Jakarta masih tetap menjadi tempat baru. Maka dari itu, saya coba cari persinggahan-persinggahan yang mungkin akan membuat saya nyaman untuk sejenak, barang di Jakarta.
Jadi, mulai saat ini, saya akan terus memperbaharui
#HeartOfJakarta,
project tulisan, foto,
mixtape lagu tentang Jakarta, dan lain sebagainya. Selesainya? Ya entah…
Wong, saya di Jakarta juga entah sampai kapan kok.
Intinya, saya sedang (ingin memaksa) jatuh cinta dengan Jakarta, dari sisi yang berbeda. Apalagi yang bisa didedikasikan seorang perantau pada kota rantauannya? Atau pada kota kepulangannya? Ya ini… Mungkin cuma tulisan-tulisan yang kelak menyimpan sisa-sisa tentang Jakarta ini… 🙂
Salam!
Leave a Reply