Gath 3 kaskus, foto ngambil dari FR Gathnas OANC 😀 |
Turun dari kereta, matahari sudah tinggi. Malang kala itu, panas sekali. Sambil mencari tukang es yang sepertinya segar kalau disatroni siang itu, kami menunggu kabar dari panitia acara, untuk memberikan ancer-ancer ke lokasi gathering. Nah, setelah memesan satu porsi es doger, pesan teks dari panitia pun masuk ke salah satu telepon seluler teman kami.
“Ke terminal Landungsari saja dulu, dari situ nanti ke lokasi acara bareng yang lain,” kata Rombeng, salah satu panitia acara gathering Kaskus OANC yang ke-3.
Nah, maka, setelah menghabiskan satu porsi es doger, berikut perintilan (soto Lamongan dan nasi Padang), kami pun segera menaiki angkot merah yang akan segera menuju Landungsari. Hehehe, perintilannya kok nasi Padang yah. 😛
Di sepanjang jalan, angin sepoi-sepoi khas Malang, disertai panas matahari di atas kepala menghiasi perjalanan kami. Angkutan yang kami tumpangi tidak begitu penuh, sebab kami tak begitu membawa banyak barang. Jadi, satu daypack di masing-masing punggung peserta acara saja sudah cukup. Nah, singkat kata, kami sampai di Landungsari, disambut oleh Rombeng dan beberapa peserta lain. Kami mengisi perlengkapan yang dibutuhkan, seperti spirtus untuk bahan bakar trangia Kang Hilwan dan beberapa logistik untuk mengisi perut selama acara. Meski di tempat acara disediakan makan siang dan malam, rasanya kalau tidak memasak di camp site belum afdol gitu deh. Maka, setelah semua siap sedia, kami melanjutkan perjalanan menuju kota Batu, salah satu kota dengan buah Apel sebagai hasil tani kota tersebut. Kami melewati jalanan berliku, sempat ada longsor juga, melewati alun-alun kota Batu, sebelum akhirnya berbelok ke kanan, menanjak terus sampai ke Bumi Perkemahan Coban Rondo.
![]() |
Suasana Tenda sumber gambar dari Rombeng |
Setelah mendirikan tenda di lokasi, esok paginya kami semua dibawa oleh panitia untuk mengunjungi air terjun Coban Rondo. Dari lokasi camp, kami harus berjalan sekitar 2 kilometer sampai ke lokasi air terjun. Jalannya cukup bervariasi juga, dari tanjakan sampai turunan yang ke semuanya dilapisi aspal. Mendekati lokasi air terjun, di bagian depan ada tempat parkir yang cukup besar untuk beberapa mobil besar, dan satu area untuk parkir motor. Di area parkir, terdapat warung-warung yang menjajakan makanan seperti sate kelinci, oleh-oleh khas Batu, juga t-shirt bertuliskan Coban Rondo, Not Just A Waterfall. Dan dari air terjun ini, yang membuat saya berdiam diri selama beberapa saat adalah legenda dari si air terjun itu sendiri.
Saya ingat, ketika teman saya di kereta berkata, “Eh, katanya kalau pasangan main ke Coban Rondo, besoknya jadi gak langgeng gitu yah Yu?”
Saya cuma bergumam, “Ya mana gue tahu. Gue kan nggak ngerti mitos.”
Karena papan itulah, saya jadi mencari-cari korelasi antara mitos yang dikatakan teman dengan legenda si air terjun.
Coban Rondo menyimpan legenda unik, bermula dari kisah sepasang pengantin yang baru saja melangsungkan pernikahan. Mempelai wanita bernama Dewi Anjarwati dari Gunung Kawi, sedangkan mempelai pria bernama Raden Baron Kusumo dari Gunung Anjasmoro. Setelah usia pernikahan mereka menginjak usia 36 hari atau disebut dengan Selapan dalam bahasa jawa. Dewi Anjarwati mengajak suaminya berkunjung ke Gunung Anjasmoro, yang merupakan asal dari suami. Namun orang tua Anjarwati melarang kedua mempelai pergi karena usia pernikahan mereka baru berusia 36 hari. Meski dilarang, kedua mempelai bersikeras pergi dengan resiko apapun yang mungkin terjadi di perjalanan.
![]() |
Coban Rondo, camp site dan air terjunnya |
Di tengah perjalanan, keduanya dikejutkan dengan hadirnya Joko Lelono, yang tidak jelas asal-usulnya. Nampaknya Joko Lelono terpikat dengan kecantikan Dewi Anjarwati, dan berusaha merebutnya. Akibatnya perkelahian antara Joko Lelono dengan Raden Baron Kusumo tidak terhindarkan. Kepada para pembantunya atau disebut juga puno kawan yang menyertai kedua mempelai tersebut, Raden Baron Kusumo berpesan agar Dewi Anjarwati disembunyikan di suatu tempat yang terdapat di sebuah Coban atau air terjun. Perkelahian antara Raden Baron Kusumo dengan Joko Lelono berlangsung seru dan mereka berdua gugur. Akibatnya Dewi Anjarwati menjadi seorang janda yang dalam bahasa jawa disebut Rondo. Sejak saat itulah Coban atau air terjun tempat bersembunyi Dewi Anjarwati dikenal dengan Coban Rondo. Konon di bawah air terjun terdapat gua tempat tinggal tempat persembunyian Dewi Anjarwati dan batu besar di bawah air terjun merupakan tempat duduk sang putri yang merenungi nasibnya.
![]() |
Saya di atas bebatuan tempat Dewi Anjarwati meratapi nasibnya 😀 |
Kurang lebih begitulah legenda yang berada di balik kemegahan Coban Rondo, air terjun setinggi 84m dan berada di ketinggian 1.135 mdpl. Airnya berasal dari sumber di Cemoro Dudo, lereng Gunung Kawi dengan debit 150 liter per detik pada musim hujan dan 90 liter per detik di musim kemarau. Curah hujan rata-rata 1.721 mm/th, dengan bulan basah pada bulan November sampai bulan Maret dan bulan kering pada bulan April sampai dengan Oktober dengan suhu rata-rata berkisar sekitar 22°C.
Air terjun ini berada dalam wilayah KPH Perum Perhutani Malang Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Pujon dan Resort Polisi Hutan Pujon Selatan Petak 89G.
Sebelum menjadi Coban Rondo, sebetulnya di atasnya ada air terjun kembar yang disebut Coban Manten. Mengalir ke bawahnya, air terjun itu menyatu menjadi Coban Dudo. Uniknya, Coban Dudo tersebut mengalir lagi ke bawah menjadi Coban Rondo.
Sumber air dari tiga air terjun tersebut berada di Kepundan, satu dataran yang tanpa pohon satu pun berada di atas Coban Manten. Mereka yang ingin melihatnya, selain harus berhati-hati juga perlu tenaga ekstra. Sebab, selain jalan licin, juga cukup jauh antara 3 sampai 4 km.
Nah, korelasinya sekarang jelas, antara mitos atau kabar yang tersiar dari mulut ke mulut mengenai putusnya sebuah hubungan dengan legenda Coban Rondo. Berarti, harus hati-hati juga ya jalan ke sana, mungkin lebih baik jalan sendirian. Siapa tahu, kalau jalan sendirian malah ketemu sama Joko Lelono. (eh…)
Hehehehe. Jadi, ternyata kisah-kisah legenda dari tempat wisata seperti air terjun ini, bisa menjadikannya bukan sekedar “air terjun”.
😉
artikel terkait Coban Rondo, pustaka ditambahkan dari:
https://sites.google.com/site/wisataairterjun/jawa-timur/coban-rondo—pandansari—malang
Leave a Reply