![]() |
Dari belakang ke depan: Merapi, Merbabu, Sumbing kala pagi |
Ssssstttt… Ini sebenarnya silent trip lho. Bahahahahaaa…
Dari lembahan, pos 1, kita cukup berjalan santai menanjak sebelum akhirnya sampai pos 2. Kira-kira, perjalanan sampai ke pos 2 memakan waktu satu jam. Nah, disinilah mulai hujan lagi. Dan setelah hujan-hujanan, akhirnya sampai di pos 2. Di pos, kami berteduh dulu, sampai hujan mulai agak reda. Setelah reda, kami melanjutkan jalan ke pos 3, dimana pos 3 adalah tempat yang cukup luas untuk membangun tenda.
![]() |
foto atas: pos 1 – pintu rimba, ambil jalurnya jangan yang di belakang saya foto bawah: pos 2 dan jalur |
Sekitar 1.5 jam pendakian dengan track yang mulai terus menanjak, akhirnya kami sampai di pos 3. Kami duduk sebentar, makan dan tidak membangun tenda. Berhubung waktu masih sore, akhirnya kami lanjutkan perjalanan dan mencari lokasi camp yang agak lebih dekat dengan puncak Sindoro, sehingga pada saat summit attack jam 2 pagi, kami tidak perlu membawa begitu banyak barang. Masih bisa meninggalkan tenda dengan aman, karena konon katanya, di Sindoro ini cukup banyak pencuri. Saya juga bingung, mereka datang dari mana dan bagaimana teknis mencurinya. Hahaha.
![]() |
Menuju Pos 3 |
![]() |
lokasi tenda, pos 3 – tapi saya masih naik lagi sih |
Sekitar jam lima sore, kami membangun tenda di tempat lapang yang cukup untuk satu tenda. Di sini kami bisa melihat langsung pemandangan ke pucuk Gunung Sumbing, ketika pertama kali membuka tenda. Wah, tak terbayangkan bagaimana besok pagi kami bangun. Bangun pagi-pagi langsung disuguhi pemandangan gunung. Rasanya asyik sekali kalau di kota besar pun bisa seperti itu. Hahaha. (mimpi)
Dari tempat kami camp, kami bisa langsung mendaki lagi, melewati hutan lamtoro, kemudian pos empat Batu Tatah. Dari sini, kami akan terus mendaki sampai ke puncak kawah Sindoro. Sekitar jam setengah tiga pagi, kami bangun. Kami membawa perbekalan secukupnya untuk summit attack–istilah yang lumrah di kalangan para pendaki ketika akan mendaki ke puncak gunung.
Jam setengah tiga tepatnya kami memulai pendakian. Saya pada saat itu mengambil posisi di depan dan partner in crime saya berada di posisi belakang. Saya agak sensitif dengan suara-suara, apalagi tengah malam buta. Tapi, kala itu saya coba untuk mengesampingkan sejenak pikiran absurd saya dan terus saja berjalan. Rasa lelah pun terobati, melihat pemandangan kota Wonosobo yang berkelip seperti bintang di bawah saya. Kala itu, kondisi cuaca sedang bersahabat, sehingga tak perlu khawatir berjalan di dini hari.
Setelah dua setengah jam kami berjalan menyusuri jalur yang cukup ringan (meski terus menanjak), kami akhirnya mendekati puncak kawah Sindoro. Dari atas kami, sudah ada beberapa senter yang menyorot kami. Dari suara-suara mereka, mereka seperti menyemangati kami. “Sedikit lagi Mas! Ayo!” gumam mereka yang sudah lebih dulu sampai di puncak. Saya sempat bertemu empat orang yang juga sudah mendaki lebih dulu daripada kami, namun mereka beristirahat cukup lama. Ada juga yang kelewat mengantuk sehingga menyempatkan diri untuk tidur sejenak di lahan yang cukup terbuka. Pada saat itu, saya hanya menyapa, ikut duduk sejenak sebelum akhirnya kembali melanjutkan perjalanan.
Dan kami pun sampai sekitar pukul lima lewat. Kami duduk, menikmati dinginnya angin sambil memandangi kota Wonosobo yang bagai kunang-kunang. Berkelip dan mulai bising. Sejenak merenung, hanya mendengarkan suara alam. Beberapa saat kemudian, warna merah mulai merona di langit timur. Dan dengan euforia yang berlebihan, saya menunggu lahirnya matahari. Warna yang romantis. “Tuhan memang begitu romantis, bicara dengan bahasa yang tak kita mengerti, seperti merah muda langit pagi ini,” begitu gumam saya saat menunggu matahari.
Dan pendakian melelahkan ini, seolah terbayarkan dengan transisi matahari.
![]() |
:* |
![]() |
my partner in crime, yang setia menemani naik :3 |
![]() |
Heaven’s Light :’) |
![]() |
Sumbing in the morning |
![]() |
kami turun, mereka naik 😀 |
![]() |
Sumpaaaaah ini bukan photoshop 😀 |
![]() |
Lagi ngapain Bang? :p |
Tak ingin berlama-lama, akhirnya jam tujuh pagi kami turun lagi, mengingat beberapa barang yang ditinggal di lokasi kami camp. Turun selama satu setengah jam saja, dan kami sampai di camp.
Setelah sampai, kami memasak untuk persiapan energi dalam perjalanan turun. Perjalanan turun, kami hanya menempuh waktu kurang lebih dua setengah jam sampai tiga jam. Saya yang hanya membawa daypack, harus membawa sampah juga. Tak apalah, karena saya sudah berjanji pada diri sendiri untuk jadi responsible-traveller-backpacker-whatever lah namanya. Singkat kata, saat itu hujan deras, dan kami tetap turun, melewati jalur yang menjadi sungai kecil dadakan. Nah, sampah kering yang terhujani sehingga menjadi agak berbau itu saya bawa turun dan saya buang di tempat sampah pos ojek. Kami sampai di basecamp pada pukul satu siang. Dari pos satu menuju pos ojek berjalan santai, dan naik ojek dari pos ojek untuk mencapai basecamp. Maklum lah, capek rasanya kalau masih harus menempuh jalan berbatu. Hehehe. Di basecamp bersih-bersih dan sekitar pukul setengah tiga langsung menuju terminal Wonosobo.
Kira-kira, untuk rincian biaya per orang dari Jakarta menuju Kledung (basecamp Sindoro), adalah sebagai berikut:
- Patas AC Dieng Indah PP Rp 180.000,-
- Bis Wonosobo – Magelang, turun di Kledung, PP Rp 14.000,-
- Ojek basecamp – pos ojek, PP Rp 30.000,-
- Retribusi dan pendaftaran pendakian Rp 3.500,-
Leave a Reply