“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”
― Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran
Senang mendaki? Maka jangan lewatkan pendakian penuh romantisme di Gunung Sumbing. Ladang dan hutan jadi satu kesatuan. Manusia kerap kali berdecak kagum, tiap-tiap melewati pos-pos dengan pemandangan menakjubkan. Jika Tuhan memang titipkan surga kecil di Indonesia, maka itu benar adanya. Dan inilah beberapa gambar yang saya dapat ketika kemarin mengunjungi Gunung Sumbing. Memang benar, nasionalisme tak tumbuh dari hipokrisi dan slogan, melainkan dari kecintaan menjejakkan langkah pada Bumi Pertiwi.
 |
Gunung Sindoro dan pemandangan kota Wonosobo dari ketinggian |
 |
Matahari pagi yang muncul malu-malu di punggungan gunung. 🙂 |
 |
Kita belum kalah, meski kadang harus mengalah. Kita hanya cukup mengerti bahwa kita harus memberi ruang pada lelah. |
Jejak yang lelah, mulai dipaksa melangkah. Sampai akhirnya, pada punggungan terakhir, mereka pun rebah. Tinggal sisa-sisa semangat yang masih menjelajah. Maka, luangkan waktu pada lelah, sekedar rebah dan bercengkrama pada teman-teman seperjuangan. Setidaknya, harga yang harus dibayar telah kembali, bukan? Berbahagialah mereka yang telah dianugerahi kaki-kaki tak putus semangat, karena dengan begitu, semangat nasionalisme akan terus bergema pada mereka yang kuat.
 |
Selamat sore Indonesia. Selamat menutup hari, wahai Semesta. 🙂 |
Sejenak saya berpikir, kenapa harus jauh berkeliling ke ujung dunia, kalau Bumi Pertiwi telah memberi segalanya? Syukurilah apa yang kau dapatkan hari ini, karena hari ini tak mungkin terulang dua kali. Salam jejak langkah, salam Indonesia. 🙂
Sedikit soundtrack untuk hari ini, selamat menikmati!
Payung Teduh – Cerita Tentang Gunung dan Laut
Aku pernah berjalan di atas bukit
tak ada air, tak ada rumput
tanah terlalu kering untuk ditapaki
panas selalu menghantam kaki dan kepalaku
Aku pernah berjalan di atas laut
tak ada tanah, tak ada batu
air selalu merayu, menggodaku masuk ke dalam
pelukkannya
Tak perlu tertawa atau menangis
pada gunung dan laut karena
gunung dan laut tak punya rasa
Aku tak pernah melihat gunung menangis
biarpun matahari membakar tubuhnya
aku tak pernag melihat laut tertawa
biarpun kesejukan bersama tariannya
Tak perlu tertawa atau menangis
pada gunung dan laut karena
gunung dan laut tak punya rasa
Leave a Reply