Bacabaca 13: Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta oleh Luis Sepulveda

Akhir-akhir ini saya banyak membaca dan menulis. Hanya satu hal yang saya jarang lakukan, menulis ulasan buku. Berhubung hari ini Selasa, jadi apa salahnya kalau saya sempatkan diri untuk menulis ulasan buku lagi. Dan kali ini, sebuah buku keren nan mini berhasil menolong saya dari kesepian yang menyakitkan.
Luis Sepulveda – Jurnalis Bengal Yang
Senang Bertualang
Buku ini saya temukan di tumpukan sastra, berada jauh di antara buku-buku lain yang menarik minat pembaca dewasa ini. Buku dengan sampul menarik bergambar macan tutul ini menyentuh insting membaca saya. Melihat namanya, ternyata penulis luar. Luis Sepulveda. Pantas saja, sinopsisnya tidak familiar kalau disandingkan dengan buku-buku Indonesia.
Buku ini berkisah tentang kehidupan seorang kakek yang menyepi, menyendiri, dan pada awalnya sempat terasing karena istrinya yang tak kunjung hamil dan menjadi buah bibir di seantero desa. Kakek yang bernama Antonio Jose Bolivar ini pun mengasingkan diri ke belantara El Dorado dan terus menyeruak masuk ke daerah pemukim bibit pohon di El Idilio, belantara hutan Amazon. 
Istri Sang Kakek yang malang, tak bisa bertahan. Dirinya terpaksa menahan siksa dari penyakit malaria yang menjangkiti para pemukim. Badai yang kerap kali melanda pesisir sungai Amazon itu dapat dengan mudahnya memporak-porandakan rumah si Kakek di tepi sungai. Akhirnya, sang istri pun meninggal dunia terjangkit wabah malaria mematikan. Sang Kakek yang harus menahan sisa-sisa hidupnya di pesisir belantara Amazon itu, pada akhirnya sempat sekarat pula, tak sadarkan diri. Dia tertolong dan inilah awal kisahnya dalam buku.
Pada saat-saat kritis, si Kakek bertemu suku Indian asli di pedalaman Amazon. Shuar, nama suku itu. Dengan berpakaian seadanya, tak menutup seluruh tubuh, suku tersebut mengajarkan Pak Tua–begitulah sebutan si Kakek–berbagai cara bertahan hidup di alam. Mulai dari membangun pondok yang kuat, makan segala sumber makanan di alam, dan cara bertahan hidup dari serangan hewan-hewan maupun serangga liar di hutan. Dan dalam waktu tak begitu lama, Pak Tua sudah bisa bertahan hidup di hutan. Semua itu hampir saja pupus, kalau saja Pak Tua benar-benar mati karena digigit ular berbisa. Selama berhari-hari, peramu dari suku Shuar mengobati dan menjaga Pak Tua sampai keadaannya benar-benar pulih dari bisa ular. Dan setelah pulih, menurut orang-orang Shuar, Pak Tua mewarisi keahlian ular yang menggigitnya, termasuk kekebalannya terhadap bisa ular.
Cover Buku Pak Tua
Semua itu akan berjalan normal kalau saja orang-orang haus harta yang datang dari kota, memaksa suku asli hijrah ke bagian timur hutan Amazon, semakin merangsek masuk hutan. Di sinilah Pak Tua bimbang, antara tetap duduk di pondok atau ikut semua. Di kala getir, Pak Tua ikut ribut melawan kulit putih yang membunuh saudara Shuar-nya, Nushino. Sayangnya, Pak Tua membunuh kulit putih dengan selongsong api, bukan panah beracun ala Shuar. Dan suku Shuar menangis, mengusir Pak Tua agar pergi jauh saja.
Pak Tua terombang-ambing di pondok. Sampai para pemukim dan penambang emas hadir lagi di pesisir El Idilio. Pak Tua kenal dengan seorang dokter gigi yang memberinya buku-buku cerita tentang cinta. Pak Tua yang lupa bahwa dirinya bisa membaca, mulai perlahan menajamkan ingatan untuk bisa membaca kembali, pelan-pelan. Hampir setiap hari, Pak Tua menunggu si dokter gigi membawa buku-buku terbaru.
Semua ketenangan ini terusik akan hadirnya kabar mengenai kematian-kematian. Semuanya mati dicakar dan dicabik-cabik oleh entah apa. Entah apa tersebut disinyalir adalah seekor macan kumbang betina yang marah karena anak-anaknya dibunuh oleh pendatang. Di sinilah Pak Tua dibutuhkan. Walikota merencanakan sebuah ekspedisi perburuan yang melibatkan Pak Tua, dan pada saatnya tiba, Pak Tua malah tak tega membunuh si macan kumbang. Ada kesenduan yang teramat sangat, dalam diri macan kumbang tersebut. Pak Tua bisa maklum karena macan kumbang itu tak lebih dari kucing besar yang nelangsa hatinya. Anaknya terbunuh, jadi wajar saja kalau macan kumbang itu memburu semua pemburu.
Pak Tua pun pada akhirnya harus membunuh macan kumbang, karena jiwanya terancam. Bagaimanakah keheningan pada pondok Pak Tua akan kembali? Silakan baca sendiri bukunya. Hehe. [Ayu]

Judul: Pak Tua Yang Membaca Kisah Cinta
Judul Asli: Un viejo que leía novelas de amor
Penulis: Luis Sepulveda
Alih Bahasa: Ronny Agustinus
Penerbit: Marjin Kiri
Tahun Terbit: 2006
ISBN: 9789799998040
Halaman: 116 hlm
Harga: Rp 35.000-
Rating: 5/5
Gambar: random google


Related posts

6 responses to “Bacabaca 13: Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta oleh Luis Sepulveda”

  1.  Avatar

    @SkydrugzEntahlah, ini buku lama.Penulisnya kelahiran 49. 🙂

    Like

  2.  Avatar

    @Stupid monkeyKalo full, ntar om gak beli dong. 😛

    Like

  3.  Avatar

    @EviDibeli aja Mbak, bukunya. 😀

    Like

  4.  Avatar

    kok jadi mirip novel Harimau Harimau ya? 😀

    Like

  5.  Avatar

    hehehehe, dasar, nanggung amat nih reviewnya, kaya iklan aja 😛

    Like

  6.  Avatar

    Wah gimana akhir nasib Pak Tua ya..Jadi penasaran. Tapi kok tiba-tiba dia jadi membunuh macan tutul itu ya? Terdesak mempertahankan diri atau keiinginan untuk diakui? Maklum diakan pernah terusir 🙂

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Search


Out Now!


Click banner to buy Not for IT Folks with discount!

Recent Posts


Tags


7 Divisi (7) Advertorial (4) Album Review (4) Antologi Ayu Welirang (4) Antologi HISTERY (2) Ayubacabaca (62) Ayu Welirang's Bibliography (9) Blogging Story (2) BS-ing everyday (7) Buku (63) Cabaca (3) Central Java (14) Cerita Detektif (7) Cerita Investigasi (4) Cerita Persahabatan (2) Cerpen (10) Cerpen dari Lagu (5) Drama (6) Editing Works (3) Februari Ecstasy (2) Fiksi Kriminal (3) Forest Park (2) Got Money Problem? (4) Halo Tifa (3) Heritage Sites (4) Hiking Journal (10) Hitchhike (4) Horror (3) Indonesia (37) Interview (2) Jakarta (10) John Steinbeck (3) Journal (18) Kopi (2) Kuliner (3) Kumcer (10) Latar Novel (2) Lifehacks (3) Living (4) Local Drinks (4) Local Foods and Snacks (5) Mata Pena (4) Media Archive (4) Menulis Adegan (2) Metropop (8) Mixtape (4) Mountain (18) Museum (2) Music Playlist (7) Music Review (4) My Published Works (13) NgomonginSeries (5) Nonton (6) Not for IT Folks (3) Novel Keroyokan (2) Novel Kriminal (4) Novel Thriller (3) On Bike (3) On Foot (4) On Writing (25) Pameran (2) Panca dan Erika (3) perjalanan dalam kota (3) Photo Journal (12) Potongan Novel Ayu Welirang (3) Publishing News (3) Review (72) Riset Tulisan (2) Rumah Kremasi (2) Santai (10) Sayembara-Novel-DKJ (3) Sci-fi (6) Sequel (4) Serial Detektif (2) Series Review (5) Short Stories (11) South Tangerang (1) Sumatera (3) talk about living my life (3) Tentang Menerbitkan Buku (7) Terjemahan (6) Things to do in Jakarta (4) Thriller (7) Tips (35) Tips Menulis (28) to live or not to live (6) Translation Works (6) Travel Guide (3) Traveling (4) Travel Notes (2) Travel Stuff (2) Waterfalls (2) Wedding Preparation (5) Wedding Vendor Bandung (3) West Java (15) Worldbuilding Novel (2) Writing for Beginner (27) Writing Ideas (17) Writing Journal (38) Writing Prompt (9)

Newsletter


Create a website or blog at WordPress.com

%d bloggers like this: