Bacabaca 4: Saman oleh Ayu Utami

Ayu Utami with her bookshelves
Hari ini sudah hari Selasa dan itu berarti, saatnya untuk membahas tentang buku dan bumbu-bumbunya. Sebenarnya sih, mau bahas musik hari apa, film hari apa, buku hari apa, orang gondrong hari apa (eh), itu sih suka-suka saya saja. Hehe. Dan kebetulan, saya baru selesai baca buku. Setelah dibaca, tentu saja akan saya ulas di sini untuk teman-teman semua. Buku ke-13 yang saya baca tahun ini adalah salah satu buku karya penulis kelahiran tahun ’68, Ayu Utami. Penulis sekaligus aktivis jurnalis ini menulis novel pertamanya yang berkutat di seputaran monotheisme dan militerisme. Novel yang rilis tahun ’98 dan mendapat beberapa penghargaan itu diberi judul Saman

Saya sebenarnya mendapat buku ini karena dipinjamkan oleh seorang teman kantor. Saya yang hari itu sedang kurang dana untuk membeli buku, harus meminjam agar bisa memenuhi reading challenge yang serius diikuti dari Goodreads. Nyatanya, setelah saya mendapatkan buku untuk memenuhi target baca di urutan ke-13, saya malah beli buku lagi. Duh, susahnya jadi saya. Kalau jalan-jalan di Kinokuniya atau Gramedia, tidak bisa kalau tidak pulang tanpa satu kantung buku. Entah beli satu saja, atau berpuluh-puluh buku. Maklum,  masih dalam tahap pengumpulan buku untuk rumah baca santai.
Kembali ke ulasan tentang Saman.
Sebenarnya saya ini ketinggalan zaman sekali kalau baru sempat baca Saman. Buku ini sudah laku beratus-ratus ribu eksemplar dan saya baru memilikinya. Hmm, ralat. Saya baru meminjamnya di tahun 2012 ini! Yah, bagaimana ya. Maklum, sekarang saya baru bekerja dan baru bisa beli buku sendiri. Jadi, baru mulai setahun belakangan ini saya mengumpulkan buku. 
Bagian Depan Novel Saman
Saman adalah salah satu tokoh di dalam buku dengan judul serupa. Nama Saman dipilih oleh si tokoh yang memang sedang menukar identitas dalam pelariannya. Sebelumnya, si tokoh Saman disebutkan bernama Wisanggeni. Wis adalah seorang agamis, seorang pastor muda yang menyerahkan seluruh hidup untuk mengabdi pada umat gereja. Namun, sejak kepergiannya ke sebuah kota kecil tempat dia dibesarkan, membuka hati dan pikiran humanisnya ke sebuah daerah terbelakang bernama Lubukrantau.
Di sana, dia mendapati seorang perempuan gila yang muda dan memiliki libido tinggi. Perempuan muda dan gila itu tak jarang mengganggu orang dengan kegiatan-kegiatan yang berbau seks. Maklum, namanya juga orang dengan mental terbelakang. Justru, itulah yang membuat Wis alias Saman, menjadi betah tinggal di Lubukrantau. Bukan, bukan karena keingingan seks milik Saman, tapi selebihnya hanya agar si Upi–nama gadis itu–memiliki teman dan tidak dikucilkan oleh orang sekitar.
Semakin berjalannya waktu, Saman pun akhirnya terlibat lebih kompleks dengan emosional orang-orang daerah Lubukrantau. Semakin hari, desa itu berubah. Ada perusahaan besar yang ingin memonopoli lahan Lubukrantau untuk dibuat perkebunan kelapa sawit. Semua itu membuat warga berontak. Upi diperkosa bahkan akhirnya mati karena terbakar dalam kebakaran buatan yang dimanipulasi oleh si cukong perusahaan itu saat membumihanguskan rumah warga.
Saman bersama yang lain berdemo dan bergerilya untuk melawan. Tapi, akhirnya Saman pun diculik dan dibungkam. Dia dimasukkan dalam sel dan disiksa sepanjang hari. Penggambaran ini mengingatkan kita akan penculikan misterius yang terjadi pada masa orde baru. Di sinilah eksistensi Ayu Utami dipertaruhkan. Banyak orang yang menilai bahwa Ayu Utami sangatlah berani, dengan mengangkat isu-isu yang terjadi pada masa itu.
Bagi saya, yang penting bukan unsur seks dewasa yang ada pada buku tersebut. Yang perlu ditekankan adalah sebuah keberanian dan keyakinan seseorang akan sesuatu. Entah agama, pemerintah, atau keyakinan diri sendiri. Dan novel Saman ini bisa membangkitkan seseorang untuk yakin dan berontak akan hal yang tidak sesuai dengan diri sendiri.
Nah, bagaimana? Tertarik membacanya? Silakan cari bukunya di ranah online atau di toko buku bekas yang sudah tersebar luas, karena saya tak yakin kalau buku ini masih diproduksi. Semoga saja masih, supaya bisa mendapat cetakan terbarunya yaaa. [Ayu]
Judul Buku: Saman
Pengarang: Ayu Utami
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun Rilis: 1998
ISBN: 9799023173
Pages: 208
Genre: Roman Dewasa + Issues (Politic, Human Rights, Religion)
Harga: Rp 35.000,-
Rate: 4.5 / 5
Pics: random taken from Google




52 responses to “Bacabaca 4: Saman oleh Ayu Utami”

  1.  Avatar

    @Mugniariya Mbak.. Rame bukunya. 😀

    Like

  2.  Avatar

    Aih suamiku punya buku ini, sudah sekitar 10 tahunan. DIberi oleh seorang kawannya tapi saya sendiri belum pernah baca, malah baca review-nya di sini. Konfliknya banyak juga yah …

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Search


Out Now!


Click banner to buy Not for IT Folks with discount!

Recent Posts


Tags


7 Divisi (7) Advertorial (4) Album Review (4) Antologi Ayu Welirang (4) Antologi HISTERY (2) Ayubacabaca (62) Ayu Welirang's Bibliography (9) Blogging Story (2) BS-ing everyday (7) Buku (63) Cabaca (3) Central Java (14) Cerita Detektif (7) Cerita Investigasi (4) Cerita Persahabatan (2) Cerpen (10) Cerpen dari Lagu (5) Drama (6) Editing Works (3) Februari Ecstasy (2) Fiksi Kriminal (3) Forest Park (2) Got Money Problem? (4) Halo Tifa (3) Heritage Sites (4) Hiking Journal (10) Hitchhike (4) Horror (3) Indonesia (37) Interview (2) Jakarta (10) John Steinbeck (3) Journal (18) Kopi (2) Kuliner (3) Kumcer (10) Latar Novel (2) Lifehacks (3) Living (4) Local Drinks (4) Local Foods and Snacks (5) Mata Pena (4) Media Archive (4) Menulis Adegan (2) Metropop (8) Mixtape (4) Mountain (18) Museum (2) Music Playlist (7) Music Review (4) My Published Works (13) NgomonginSeries (5) Nonton (6) Not for IT Folks (3) Novel Keroyokan (2) Novel Kriminal (4) Novel Thriller (3) On Bike (3) On Foot (4) On Writing (25) Pameran (2) Panca dan Erika (3) perjalanan dalam kota (3) Photo Journal (12) Potongan Novel Ayu Welirang (3) Publishing News (3) Review (72) Riset Tulisan (2) Rumah Kremasi (2) Santai (10) Sayembara-Novel-DKJ (3) Sci-fi (6) Sequel (4) Serial Detektif (2) Series Review (5) Short Stories (11) South Tangerang (1) Sumatera (3) talk about living my life (3) Tentang Menerbitkan Buku (7) Terjemahan (6) Things to do in Jakarta (4) Thriller (7) Tips (35) Tips Menulis (28) to live or not to live (6) Translation Works (6) Travel Guide (3) Traveling (4) Travel Notes (2) Travel Stuff (2) Waterfalls (2) Wedding Preparation (5) Wedding Vendor Bandung (3) West Java (15) Worldbuilding Novel (2) Writing for Beginner (27) Writing Ideas (17) Writing Journal (38) Writing Prompt (9)

Newsletter


Create a website or blog at WordPress.com

%d bloggers like this: