Pada 2018, penerbitan kecil-kecilan yang saya kelola bersama suami, mengadakan sayembara penulisan naskah detektif. Hal ini tentu saja untuk mendorong lebih banyak lagi cerita detektif, murder mystery, dan fiksi kriminal yang ditulis oleh orang Indonesia. Sayembara ini juga dibuat agar penulis detektif Indonesia yang underrated bisa bersinar—tidak harus selalu Sir Arthur Conan Doyle dan Agatha Christie kan?
Bekerjasama dengan Detectives ID, Maneno Books mulai membuat pengumuman dan melakukan pengumpulan selama sebulan. Tema yang diangkat pada antologi kedua ini adalah historical mystery. Di pihak Detectives ID, Bang Fadli membantu dalam kurasi naskah. Ternyata setelah sayembara diumumkan dan pengumpulan naskah dilakukan selama satu bulan, tak banyak juga yang menulis cerita detektif ini, apalagi berlatar peristiwa sejarah. Namun, walau orang yang menulis hanya ‘mereka-mereka’ lagi, naskah yang terkumpul sangat memuaskan.
Seperti pengalaman menyunting naskah orang-orang dengan kepala berbeda pada awal 2018 lewat antologi #1Minggu1Cerita, proses menyunting naskah-naskah detektif tentu saja menyenangkan! Meskipun saya menyadari bahwa kapasitas menulis cerita detektif saya masih kurang, tapi saat membaca naskah detektif tentu saja saya senang dan menempatkan diri sebagai pembaca cerita detektif garis keras. Ternyata ramuan peristiwa sejarah pada fiksi kriminal pun murder mystery, sangat menarik dan menantang. Saya yakin pembaca akan kagum dengan cerpen-cerpen yang ada dalam antologi ini saat terbit nanti.
Sembari menunggu naskah selesai diproses secara teknis, mulai dari tetek-bengek sampul bergaya klasik minimalis, tata letak naskah yang tidak memakan banyak lembaran kertas, juga tetek-bengek birokrasi ISBN, saya akan coba membedah beberapa judul cerita pendek yang sudah dipaparkan penampakannya melalui akun instagram Detectives ID.
Zamrud di Istana Air oleh Chandra Bientang: Cerita pendek ini agaknya adalah salah satu yang masuk di awal-awal pengumuman sayembara sederhana Maneno dan Detectives ID. Ceritanya menarik, berlatar cerita pada masa kolonial Belanda. Lokasi yang dipilih juga menarik, yaitu Taman Sari Yogyakarta di masa tersebut. Membaca naskah ini cukup menyenangkan, sebab tulisannya tidak terlalu kaku, segar, cenderung vulgar. Ditulis oleh Chandra, penulis yang sempat menerbitkan karya urban thriller Penerbit Noura, berjudul Dua Dini Hari.
Misteri Kematian Babah Ong oleh Agung Al Badamy: Pada awalnya, saya kira Mas Agung akan menulis cerita spoof seperti yang sudah-sudah. Spoof adalah parodi karya-karya populer. Misalnya, ia pernah menulis kisah parodi Sherlock Holmes. Cerita detektif yang tokohnya adalah seorang pengemudi mikrolet bernama Detektif Chilock dengan kemampuan deduksi andal. Namun ternyata, beliau tidak menulis spoof. Karya yang ini cukup serius, dengan latar peristiwa bersejarah di Surabaya yang menjadi cikal-bakal Hari Pahlawan 10 November.
Pembunuhnya Bisa Terbang oleh Glint Lintjewas: Cerpen ini juga menarik, karena berlokasi di Minahasa—sebab penulisnya lahir dan besar di sana. Mengambil latar era kolonial Belanda, di mana mereka pada saat itu juga melakukan usaha persebaran agama Nasrani melalui para Zending—yang dalam bahasa Belanda berarti pekabaran Injil. Sederhananya, Zending adalah Misionaris. Dan tokoh dalam cerpen ini menarik, karena ia seorang Zending Belanda yang menceritakan pengamatannya bersama gadis detektif bernama Elanoir Nintje.
Sedjarah Merah oleh Yudo Nugroho: Cerpen ini mengambil peristiwa bersejarah yang mungkin hampir semua orang Indonesia tahu, yaitu meletusnya penumpasan PKI dan terduga PKI di Indonesia. Kita akan diceritakan tentang para penghuni kamp tahanan PKI yang berpindah-pindah, mulai dari kawasan goa, Nusakambangan, hingga dilempar ke Pulau Buru. Betapa para tahanan ini mengalami rasa takut akan dimusnahkan, sebelum akhirnya mereka berakhir di Pulau Buru. Di sini, salah satu tokoh akan menemukan bahwa di dalam tahanan, ternyata ada yang lebih parah dari sekadar pemusnahan terhadap pribadi mereka. Tertarik? Silakan tunggu antologi ini hadir!
Hari yang Penting untuk Anne oleh Rezawardhana: Cerpen ini juga berlatar peristiwa Surabaya dan fokus pada tokoh Anne yang berusaha memecahkan kematian orang tercinta. Selain proses pemecahan misteri kematian, cerpen ini menarik karena diakhiri dengan tragedi yang memilukan. Saya cukup tercengang saat membaca bagian akhir dari cerpen ini. Teknik foreshadow pada salah satu bagian plot, menambah misteri dalam cerita detektif yang disajikan.
Kupu-kupu Malam oleh M. Fadli: Sebagai penggagas komunitas Detectives ID, Bang Fadli menyumbang satu cerita dengan latar kota Balikpapan dan gaya gelap tokoh detektifnya bernama Tony Yahya. Tahun cerpen adalah 1987 dan kesan hardboiled cukup kentara pada setiap cerita Tony Yahya, termasuk di cerpen ini. Meski yang bersangkutan bilang bahwa ini tidak termasuk murder mystery, tapi cerita ini cukup segar dan menambah warna dalam antologi.
Lelaki Bernama Sidik: Cerpen ini sebenarnya juga bukan murder mystery, hanya lebih ke cerita berlatar sejarah yang disadur menjadi fiksi dan ini adalah karya sendiri. Saya mencoba untuk membuat beberapa cerita detektif, tetapi saya malah ingin memasukkan yang ini. Semoga saya bisa mendapat masukan dan lebih berkembang lagi, tentunya atas kritik dan saran kalian saat nanti antologi ini sudah muncul.
Itulah 7 cerita yang nanti akan hadir dalam HISTERY: Antologi Detectives ID #2 Historical Mystery. Oh ya, ngomong-ngomong, sebelum menganggap bahwa judul antologi ini kok agak maskulin, saya mau mengonfirmasi dahulu bahwa judul antologi ini diambil dari gabungan Historical dengan Mistery, sehingga menjadi sebuah pun bernama Histery.
Demikian.
Selamat menanti antologi ini dan jangan lupa memilikinya ketika sudah terbit! Hitung-hitung untuk mengarsipkan cerita detektif ala Indonesia yang tidak melulu Sherlock, tidak melulu Hercule Poirot.
Leave a Reply