Saya Suka Surabi Duren Sukasari! Kalau Kamu?

POSTED ON:

BY:

Saya suka sekali sama duren. Bukan… Bukan duda keren. Ini duren, benar-benar duren. Buah yang kulitnya tajam, (setajam sileeeet :p), tapi isinya enak. Berlemak, manis (kalau lagi untung dapat yang manis), dan bikin kolesterol. Hahaha! :p
Jadi… Saya ngidam makanan olahan durian ini sejak saya melakukan perjalanan bersepeda, dari Jakarta ke Bogor. Pulangnya, dari Batu Tulis saya lewat Sukasari, alih-alih supaya tidak mengayuh sepeda lewat tanjakan setan di depan BTM, makanya saya berbelok ke Alfamidi sebelum Sukasari.
Di sana ada donat kapitalis, ada kentang goreng kapitalis, dan burger kapitalis (if you know what i mean). Saya lapar. Tapi, saya tidak tertarik memakan itu, karena katanya, kalau kebanyakan makan yang seperti itu, perut isinya cuma sampah. Hahaha. Jadi, saya terus mengayuh sepeda, dan lewatlah saya di Sukasari. Di situ ada tukang surabi durian, makanan olahan durian yang aduhai enaknya. Tapi, waktu perjalanan sepeda yang lalu, saya tidak berbelok karena mengejar waktu, agar tidak kemalaman untuk mencapai Jakarta kembali (mengingat saya naik sepeda dan Bogor – Jakarta itu lumayan jauh jaraknya). Saya ngiler sepanjang perjalanan, terbayang dengan siraman durian di atas surabi. Huhu.
Tapi, memang benar kata pepatah, “pucuk dicinta ulam pun tiba” (padahal saya juga nggak tahu maksudnya apaan). Tiba juga hari di mana saya kembali ke Batu Tulis. Momennya ketika semua orang berbondong-bondong liburan untuk menyambut tahun baru. Saya? Nggak kemana-mana. Cuma mampir ke rumah teman yang tempo hari sempat dikunjungi. Di Batu Tulis, tempat dimana dia mengurus kebunnya yang seluas empat hektar, dengan komoditi utama adalah durian dan pepaya. Menjelang malam tahun baru, saya menghabiskan waktu untuk bakar ayam, sebagai pengganti BBQ. Haha. Dan esoknya, ketika pulang (kebetulan kali ini saya naik motor), saya sempatkan mampir di warung surabi durian. Saya menyebutnya, “surabi pengkolan” (mang-mang surabi bakal protes nih kalo baca!), karena letaknya pas di sebelah kiri pertigaan menuju jalan raya yang langsung mengarah ke Terminal Baranangsiang.
surabi pengkolan :))
menu :9
kedai surabi :9
Saya memesan. Kata teman, “Di sini paling oke itu surabi durian sama oncom durian.” Hah? Surabi oncom pakai durian? Rasanya kayak apa ya? Saya membatin. Ya, saya akhirnya memilih surabi durian keju, tanpa oncom. Saya memang tak suka oncom. Masa nanti pedas manis? Memangnya jagung kemasan? :p
Minumnya apa ya waktu itu? Aduh, saya lupa! Sepertinya sih air putih. Sebab, minum manis setelah makan yang manis, akan percuma saja. Untuk menetralkan, sebaiknya minum yang tidak manis, biar rasa manis makanan tetap tertinggal, apalagi memandangi saya yang manis, pastinya nanti kelewat manis! *nah loh*
Jadi… Setelah memesan, mang-mang surabi pun melakukan atraksi! Dia salto, sambil membuka tutup lempung yang khusus digunakan untuk memasak surabi! *oke, adegan salto itu cuma rekaan saya kok*
Agak lama membakarnya di lempung. Mungkin, supaya lebih renyah. Katanya, surabi agak gosong itu enak, apalagi dipadukan dengan durian. Yummy pokoknya!
Sambil berbicara tentang hal yang nggak penting-penting amat, ngalor-ngidul nggak karuan, saya pun menunggu surabi pesanan. Setelah beberapa menit (sekitar lima belas menit), akhirnya surabi yang dipesan, datang juga! Horeeee. Sebelum santap surabi, foto-foto dulu! Biasa, buat nulis blog! :p
ki-ka dari atas ke bawah: surabi coklat siram saus pisang, surabi durian coklat keju.
surabi durian keju, surabi oncom. mak nyus! :9
Dan di sini saya sempat menjahili Abang. Dia nggak suka durian! Padahal, buah surga kayak gitu masak sih nggak suka! :))
Jadi, saya dan teman membohongi Abang. Saya bilang saja kalau surabi yang dia makan itu durian, bukan pisang. Dan setengah nggak suka, dia tetap mengunyah surabinya. “Oh ini duren ya? Ah ya udahlah, terlanjur dibeli.” Ahahaha. Sambil tertawa, saya cuma bilang, “Ketipuuuu! Tapi kalo pun itu duren, rasanya nggak jauh beda kok sama pisang!” 
Saya, Abang, dan dua teman saya pun melahap surabi tersebut. Hanya dengan sepuluh ribu rupiah saja, saya sudah bisa menikmati surabi yang disiram saus durian, dengan parutan keju. Seperti karamel yang meleleh, saus duriannya sangaaaaaat lembut. Pokoknya, saya suka surabi duren! 😀
foodporn: My Surabi DURIAN! 🙂
Dan kuliner hari itu pun harus segera diakhiri. Abang sempat menawarkan saya, kalau mau lagi, tinggal pesan saja. Tapi, saya pikir, masak saya segitu rakusnya? Hehe. Jadi, saya putuskan untuk makan satu saja, dengan catatan, kalau lewat situ lagi, saya pasti beli varian surabi lainnya!
Waktunya pulang!
Ah, rasa saus durian yang meleleh itu, menempel di lidah sampai saya pulang…


Related posts

5 responses to “Saya Suka Surabi Duren Sukasari! Kalau Kamu?”

  1.  Avatar

    @kak indri: hayuuuuuu kita sepedaan ke bogor yuuuuk 😀

    Like

  2.  Avatar

    ayuuu, aku jadi kepingin sepedaan ke bogor.. #eh

    Like

  3.  Avatar

    @mang anto: mau di-delivery gak niiih? :p@abang: hahahaha… kan model :))))

    Like

  4.  Avatar

    yaaaaaa ampyunnnn.. itu photone jangan di pasang atuh. ngak banget expresine -_- …laparr jadinya.. hmmm

    Like

  5.  Avatar
    Anonymous

    Sungguh saya lupa rasanya, Yu -_-

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Search


Out Now!


Click banner to buy Not for IT Folks with discount!

Recent Posts


Tags


7 Divisi (7) Advertorial (4) Album Review (4) Antologi Ayu Welirang (4) Antologi HISTERY (2) Ayubacabaca (62) Ayu Welirang's Bibliography (9) Blogging Story (2) BS-ing everyday (7) Buku (63) Cabaca (3) Central Java (14) Cerita Detektif (7) Cerita Investigasi (4) Cerita Persahabatan (2) Cerpen (10) Cerpen dari Lagu (5) Drama (6) Editing Works (3) Februari Ecstasy (2) Fiksi Kriminal (3) Forest Park (2) Got Money Problem? (4) Halo Tifa (3) Heritage Sites (4) Hiking Journal (10) Hitchhike (4) Horror (3) Indonesia (37) Interview (2) Jakarta (10) John Steinbeck (3) Journal (18) Kopi (2) Kuliner (3) Kumcer (10) Latar Novel (2) Lifehacks (3) Living (4) Local Drinks (4) Local Foods and Snacks (5) Mata Pena (4) Media Archive (4) Menulis Adegan (2) Metropop (8) Mixtape (4) Mountain (18) Museum (2) Music Playlist (7) Music Review (4) My Published Works (13) NgomonginSeries (5) Nonton (6) Not for IT Folks (3) Novel Keroyokan (2) Novel Kriminal (4) Novel Thriller (3) On Bike (3) On Foot (4) On Writing (25) Pameran (2) Panca dan Erika (3) perjalanan dalam kota (3) Photo Journal (12) Potongan Novel Ayu Welirang (3) Publishing News (3) Review (72) Riset Tulisan (2) Rumah Kremasi (2) Santai (10) Sayembara-Novel-DKJ (3) Sci-fi (6) Sequel (4) Serial Detektif (2) Series Review (5) Short Stories (11) South Tangerang (1) Sumatera (3) talk about living my life (3) Tentang Menerbitkan Buku (7) Terjemahan (6) Things to do in Jakarta (4) Thriller (7) Tips (35) Tips Menulis (28) to live or not to live (6) Translation Works (6) Travel Guide (3) Traveling (4) Travel Notes (2) Travel Stuff (2) Waterfalls (2) Wedding Preparation (5) Wedding Vendor Bandung (3) West Java (15) Worldbuilding Novel (2) Writing for Beginner (27) Writing Ideas (17) Writing Journal (38) Writing Prompt (9)

Newsletter


Create a website or blog at WordPress.com

%d bloggers like this: