Jermal adalah sebuah tempat di tengah laut, yang berfungsi sebagai tempat penjaringan ikan. Banyak anak-anak kecil yang terbuang, tak punya tempat tinggal, atau malah dipaksa bekerja oleh orang tuanya, di tengah Jermal. Mereka tak pernah pulang. Mereka yang bekerja di Jermal, mulai belajar hidup liar. Hidup dengan dibaluri dingin dan dihiasi hening. Mereka mencoba hidup dalam keterbatasan, bersama alam.
Saya suka naik gunung, suka menyusuri pantai dan rel di tengah siang hari yang terik. Namun, saya belum pernah sekalipun mencoba bagaimana hidup di tengah laut, apalagi Jermal. Setiap hari, pekerjaan saya mungkin hanya menadah ikan, menjaring ikan, mencucinya, dan hal lainnya. Setiap hari, mungkin saya tak akan mendengar jangkrik, melainkan suara udara dari perut ikan paus. Setiap hari, saya mungkin tidur dengan berjuta ancaman. Dan tak pernah sekalipun, saya membayangkan diri saya berada di tengah Jermal.
Setidaknya, itu sebelum saya menonton film keluaran tahun 2009, yang berjudul sama. Jermal, judul film itu.
Film ini hampir mirip seperti Cast Away yang dibintangi oleh Tom Hanks. Hanya saja, film ini dilakoni oleh seorang anak kecil bernama Jaya (Iqbal S. Manurung), yang kehilangan ibunya dan diantar oleh seorang gagu pengantar logistik ke tengah Jermal. Seorang gagu itu diperankan oleh Yayu AW Unru, bagi yang ingin tahu.
Sesampainya di Jermal, ayah kandung Jaya yaitu Johar (Didi Petet), setengah mati tak menerima Jaya. Dia bersikap acuh dan masa bodoh. Jaya disiksa dan diberi pendidikan oleh anak-anak yang sudah lebih dulu bekerja di Jermal. Yang membelanya adalah Pak Gagu tersebut. Jaya tak tidur di dalam penampungan anak-anak itu. Jaya tak diberi tempat minum dan anak-anak itu mengganggunya, terutama si bos anak-anak itu yang diperankan oleh Chairil A. Dalimunte.
Jaya yang setiap hari menerima perlakuan kasar itu, perlahan mulai bertahan. Awal mulanya adalah ketika Jaya menyusup ke ruangan ayahnya dan meminum berbotol-botol simpanan bir milik Johar. Sampai malam dia mabuk dan duduk di pinggiran Jermal. Di tengah mabuknya Jaya, dia pun bergumam untuk memanggil ikan Paus yang sering lewat daerah Jermal itu. Dia mempelajari itu dari temannya yang juga ahli memanggil paus. Sampai pagi, Jaya akhirnya tertidur pulas. Saat itulah, ayahnya memanggil.
Semakin hari, Jaya semakin menjadi liar. Dia bisa bertahan dan melawan kerasnya hidup di tengah Jermal. Kebalikan dari itu, Johar menyadari bahwa Jaya memang anaknya, saat Pak Gagu melempar surat-surat simpanan Johar, dari ibu Jaya. Surat itu tak pernah dibuka olehnya. Dan ketika dia buka, dia baru sadar kalau Jaya memang anaknya. Terketuklah pintu hatinya dan dia mencoba untuk membuka hatinya.
Sayang, ketika sang ayah membuka hatinya, Jaya sudah terlanjur kecewa. Dia melawan semua, termasuk ayahnya. Keliaran di Jermal telah membuat dirinya semakin berontak. Begitulah memang, yang sering dikatakan para pecinta alam. Mengutip lagu dari film Gie, “Berbagi waktu dengan alam, kau akan tahu siapa dirimu yang sebenarnya. Hakikat manusia.” Itulah yang terjadi pada Jaya.
Semakin hari semakin liar, Johar pun mulai bercerita pada Jaya saat mereka berdua kebetulan sedang duduk di samping Jermal berdua. Johar berkata kalau dia akan membawa Jaya pulang. Jaya pun mulai mengerti, bahwa hidup dia dan ayahnya bukanlah di Jermal. Mereka pun sepakat untuk pulang. Esoknya, mereka pun pulang.
Film ini tak banyak mengambil latar tempat. Tempat yang digunakan memang benar-benar Jermal, di tengah laut. Orang-orangnya pun tidak begitu banyak. Dan ceritanya terfokus pada Jaya, yang belajar hidup. Saya mengambil pesan yang sangat keren dari film tersebut. Banyak pelajaran hidup yang tidak didapatkan di daratan. Oleh karena itu, saya memberi nilai 5 untuk film ini, dari skala 5.
Judul: Jermal
Sutradara: Ravi Bharwani, Rayya Makarim,Utawa Tresno
Pemain: Didi Petet, Yayu AW. Unru, Iqbal S. Manurung, Chairil A. Dalimunte
Rilis: 12 Maret 2009
Rate : 5 / 5
Leave a Reply