Saya tidak begitu mengikuti informasi terkini mengenai dunia jurnalistik dan embel-embelnya. Ketika saya sedang melihat timeline twitter saya, saya melihat twit dari salah satu akun sebagai official account band bernama Efek Rumah Kaca. Ternyata, band tersebut main di acara pembukaan pameran foto dan grafis. Barulah saya mendapatkan info terkini seputar dunia jurnalistik di Galeri Antara. Saya langsung me-retweet twit dari akun tersebut.
Setelah datang informasi tersebut, saya baru mencari di google perihal pameran yang akan diadakan di Galeri Antara. Dan muncul satu informasi paling akurat, beserta flyer acara tersebut.
Jika ingin melihat lebih jelas, bisa klik tautan di caption pamflet acara tersebut.
Ketika berangkat menuju acara, saya salah besar. Menunggu busway di Pondok Pinang tentu saja bukanlah hal yang benar. Hari Jum’at adalah harinya macet dan busway terlambat beberapa menit. Saya menunggu sampai jam setengah delapan lewat. Akhirnya, busway yang ingin saya tumpangi pun datang. Sekitar 45 menit perjalanan, saya turun di shelter Grogol 1 dan menunggu lagi busway yang menuju ke arah Pasar Baru.
Kebodohan yang kedua adalah, naik busway Harmoni. Untung saya naik ke Harmoni, jadi masih satu jalur dengan bis yang akan menuju ke Pasar Baru. Setelah beberapa menit menunggu, bis menuju Pasar Baru akhirnya tiba juga. Tidak sampai sepuluh menit, saya sampai di Pasar Baru. Ketika itu, jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh.
Masuk ke galeri utama yang terdapat panggung dengan latar belakang “Blues 4 Freedom” dan foto anak-anak dengan isyarat huruf berbunyi “PANC?SILA”, saya menonton dulu Sanggar Akar. Di tengah bangunan utama, tidak ada yang saya kenal. Teman saya tidak jadi datang dan saya beruntung, karena Efek Rumah Kaca belum main.
Sambil mengambil beberapa foto di galeri itu, saya berkeliling dan menyiapkan kamera untuk video. Terdengar keriuhan yang luar biasa saat saya sedang melihat foto. Ternyata, band utama yang ditunggu-tunggu, akhirnya datang juga. Mulailah Efek Rumah Kaca bermain, membawakan beberapa lagu, di antaranya adalah, Melankolia, Lagu Kesepian, Desember, Di Udara, Hilang, Menjadi Indonesia, Kamar Gelap, Mosi Tidak Percaya, dan lagu lainnya. Saya agak lupa, lagu apa saja yang kemarin dimainkan oleh Efek Rumah Kaca.
Saya mengambil beberapa video untuk penampilan Efek Rumah Kaca yang sangat keren ketika live perform. Pasalnya, efek gitar dan efek microphone Cholil juga sangat keren. Suara-suara delay dan echo dari penampilan live seakan menambah nuansa melankolis dari Efek Rumah Kaca. Inilah yang membuat saya selalu ingin menonton penampilan band ini secara live.
Setelah selesai, saya menyempatkan untuk foto bersama Cholil, vokalis efek rumah Kaca. Dan setelah berfoto, saya pun berkeliling di galeri untuk melihat hasil karya limabelas karya orang-orang yang jenius saat itu. Semua fotonya berisi tentang Indonesia dan realitanya. Itulah sebabnya, mengapa acara tersebut diberi tajuk “PANC?SILA”. Sebuah pertanyaan akan ideologi Pancasila dan realita yang sesungguhnya.
Setelah berkeliling, saya duduk sebentar di luar untuk mencari udara segar. Ketika sayup-sayup terdengar suara musik lagi dari dalam, saya pun masuk. Panggung sudah terisi oleh beberapa musisi yang membawakan lagu-lagu Bob Marley yang di-repackage oleh mereka. Keren! Band tersebut kalau tidak salah, bernama Skanking Circle. Band Jakarta yang mengusung reggae sebagai basis genre. Lagu-lagu yang dimainkan pun adalah lagu-lagu yang bernafaskan kebebasan. Beberapa lagu yang dimainkan kali itu antara lain adalah Redemption Song, Get Up Stand Up, No Woman No Cry, Waiting in Vain, dan lagu-lagu lainnya yang tidak saya hafal semua. Orang-orang mulai melayang dan ikut berdendang. Mereka pun bergoyang riang, dengan segelas bir di tangan. Bir bukan dalam rangka hura-hura atau senang, melainkan sebuah kebebasan. Sebuah pembebasan lebih tepatnya. Sungguh, acara yang sangat menyenangkan. Berbaur dengan orang-orang baru yang idealis dan satu pemahaman. Bahwa kita, sebagai manusia Pancasilais, seharusnya tidak berkutat dalam satu hal yang ambigu. Bahwa kita, sebagai rakyat Indonesia, seharusnya bisa mengkritisi kinerja pemerintah. Pameran ini buat saya sudah menjadi tamparan besar. Pameran yang penuh pertanyaan, akan ideologi kita yang ada di ambang kehancuran.
Salam,
Ayu
nb: untuk melihat foto-foto yang lebih jelas, silakan kunjungi facebook saya di sini dan untuk video yang saya ambil, bisa lihat di sini
Leave a Reply